Cara Hadapi Masalah
Secara Bijaksana
Oleh Bhante Sri
Paññāvaro.
Kita boleh saja berteori
macam-macam, tetapi dalam kenyataannya tidak ada jalan lain untuk mengatasi
problem antara selera kita yang bertentangan dengan kenyataan yang ada. Mobil
bisa saja rusak, anak bisa saja meninggal, istri juga bisa saja meninggal,
rumah bisa saja terbakar, atau benda kesayangan bisa saja pecah. Maka tidak ada
jalan lain, jalan satu-satunya adalah pikiran kita, selera kita harus
berkompromi dengan kenyataan itu.
Oleh karena kenyataan
tidak selalu mau berkompromi dengan kita. Yang meninggal tidak mau kasihan
terhadap kita lalu menjadi hidup kembali; mobil yang rusak berat tidak mau
kasihan terhadap kita lalu menjadi utuh kembali; rumah yang terbakar sudah
menjadi arang, rata dengan tanah, tidak mau kompromi dengan kita untuk utuh
separuh. Tidak bisa ! Jadi kitalah yang harus kompromi, yang harus mengalah
terhadap kenyataan yang ada. Oleh karena kenyataan tidak mau mengalah atau
mengikuti kehendak kita.
Kalau nanti timbul
keinginan untuk memperbaiki mobil. Itu adalah langkah yang kedua. Tetapi
sebelum memperbaiki, tidak ada tawar-menawar lagi, kita harus mau menerima
kenyataan bahwa mobil kita sudah rusak berat. Bila kita tidak mau menerima
kenyataan itu, selalu menganggap yang sudah rusak itu masih baik, malahan kita
akan menjadi sulit sendiri. Tidak akan ada perbaikan pada mobil, karena
dianggap masih baik, sekalipun nyata-nyata sudah sangat rusak, tidak bisa lagi
dijalankan. Misalnya, ada orang mengatakan bahwa mobil kita sudah penyok, lalu
kita menjadi marah. Misalnya, seseorang punya anak agak cacat lalu ada orang
bertanya, "Lho, mengapa anak ini?" lalu dia marah-marah. Dia akan
mengalami kesulitan terus, dia akan konflik batin terus, tidak bisa menerima
kenyataan apa adanya. Karena tidak bisa menerima kenyataan, maka tidak akan ada
usaha perbaikan. Tidak mau mengakui apa yang telah terjadi, maka tidak akan ada
perbaikan.
Perbaikan menuju kepada yang lebih baik, atau ingin sesuai dengan
selera, itu bukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan, tetapi menerima kenyataan
sebagaimana adanya adalah langkah pertama yang tidak bisa ditawar-tawar. Karena
ternyata, kenyataan itu tidak mau mengalah terhadap kita, kitalah yang harus
mengalah kepada kenyataan. Kalau kita sudah mau mengalah pada kenyataan, tidak
akan timbul konflik batin, kita menjadi damai. Sesudah berdamai dengan
kenyataan, kemudian dimulailah perbaikan.
Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017
Komentar
Posting Komentar