PROFESIONALISME
AUDITOR TERHADAP TINGKAT MATERIALITAS DAN RESIKO AUDIT
Secara sederhana, profesionalisme berarti bahwa
auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan.
Sebagai seorang yang professional, auditor harus menghindari kelalaian dan
ketidakjujuran. Sebagai profesional, auditor mengakui tanggung jawabnya
terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk
untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi.
Seorang auditor harus berpedoman kepada
standar dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh AICPA. Standar
ini terbagi dalam lima bidang utama a) Standar auditing, b) Standar
kompilasi dan review, c) Standar Atestasi lainnya, d) Standar konsultasi, dan
e) Kode Perilaku Profesional. Dari lima bidang utama di atas akan dibahas
mengenai Standar auditing dan Kode perilaku profesional.
Konsep profesionalisme banyak digunakan oleh para
peneliti untuk mengukur profesionalisme dari profesi auditor yang tercermin dari
sikap dan perilaku. Menurut Hall (1968) dalam Novanda Friska Bayu Aji Kusuma
(2012:15) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:
a)
Pengabdian pada
profesi
Pengabdian
pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan
pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan
pekerjaan meskipun imbalam ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari
pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai
tujuan, bukan hanya alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi
komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan
adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.
b)
Kewajiban social
Kewajiban
sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang
diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
c)
Kemandirian
Kemandirian
dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu
membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan
bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai
hambatan kemandirian secara profesional.
d)
Keyakinan terhadap
peraturan profesi
Keyakinan
terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan
profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai
kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
e)
Hubungan dengan
sesama profesi
Hubungan dengan
sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk
didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama
dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun
kesadaran profesional.
Konsep Materialitas
Financial Accounting Standard Board (FASB)
mendefinisikan materialitas sebagai berikut :
Besarnya suatu penghilangan atau salah saji informasi
akuntansi yang dipandang dari keadaan-keadaan yang melingkupinya, memungkinkan
pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi menjadi
berubah atau dipengaruhi oleh penghilangan atau salah saji tersebut.
Definisi di atas mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan (1) keadaan-keadaan yang berhubungan dengan satuan usaha
(perusahaan klien), dan (2) informasi yang diperlukan oleh mereka yang akan
mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Sebagai contoh, suatu
jumlah yang material bagi laporan keuangan perusahaan lain yang berbeda ukuran
atau sifatnya. Selain itu, apa yang material bagi laporan keuangan suatu
perusahaan, bisa berubah dari periode ke periode. Oleh karena itu, auditor
misalnya dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas untuk rekening-rekening
modal kerja (working capital account)pada sebuah perusahaan yang
hampir bangkrut harus lebih rendah bila dibandingkan dengan materialitas untuk
perusahaan yang memiliki rasio lancar 4 : 1. Dalam mempertimbangkan informasi
yang diperlukan bagi pemakai laporan keuangan, hendaknya dilandasi dengan
asumsi yang tepat, misalnya bahwa pemakai laporan keuangan adalah
investor-investor yang memahami informasi keuangan.
Pertimbangan Awal Materialitas
Auditor membuat pertimbangan awal tentang tingkat
materialitas dalam perencanaan audit. Pertimbangan ini, sering disebut materialitas
yang direncanakan, pada akhirnya mungkin bisa menjadi berbeda dengan
tingkat materialitas yang digunakan dalam pengambilan keputusan audit ketika
auditor mengevaluasi hasil temuan, karena (1) keadaan-keadaan yang melingkupi
mengkin berubah, dan (2) tambahan informasi tentang klien yang diperoleh selama
audit berlangsung. Sebagai contoh, klien telah mendapat tambahan dana yang
diperlukan untuk mampu melangsungkan kegiatan usahanya yang diragukan auditor
ketika dulu audit direncanakan, dan hasil audit memberi penegasan bahwa
kemampuan perusahaan untuk melunasi utang-utang jangka pendeknya telah berubah
secara signifikan selama audit berlangsung. Dalam keadaan semacam itu, tingkat
materialitas yang digunakan untuk mengevaluasi temuan-temuan audit bisa menjadi
lebih tinggi daripada materialitas yang direncanakan.
Dalam merencanakan suatu audit, auditor harus
mempertimbangkan materialiatas pada dua tingkatan, yaitu :
· Tingkat laporan
keuangan karena pendapat auditor
mengenai kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
· Tingkat saldo
rekening karena auditor melakukan verifikasi
atas saldo-saldo rekening untuk dapat memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai
kewajaran laporan keuangan.
Hubungan Antar Komponen-komponen Risiko
Untuk suatu tingkat risiko audit tertentu, terdapat
hubungan terbalik antara tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang
diperhitungkan untuk suatu asersi, dengan tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima auditor untuk asersi tersebut. Artinya, semakin rendah risiko bawaan
dan risiko pengendalian yang diperhitungkan, semakin tinggi tingkat risiko
deteksi yang dapat diterima. Risiko bawaan dan risiko pengendalian berhubungan
erat dengan keadaan klien, sedangkan risiko deteksi dapat dikendalikan (controllable)
oleh auditor, seperti telah diterangkan.di atas. Oleh karena itu, auditor akan
mengendalikan risiko audit dengan cara menyesuaikan risiko deteksi sesuai
dengan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan.
Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017
Komentar
Posting Komentar