Adanya Bukti
Pajak
KPK Tahan Dua
Tersangka
Kasus Dugaan Suap Pejabat Ditjen Pajak
Clarinta Wida
Suwasti
Maksi12
Universitas Islam Indonesia
Pada
Tanggal 22 November 2016, Komisi Pemberantas Korupsi menangkap dua tersangka
kasus dugaan suap kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara pada
Direktorat Jenderal Pajak. Mereka adalah Country Director PT. EK Prima Expor
Indonesia. R.Rajamohanan Nair dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat
Penegakkan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno. Kedua
tersangka tersebut ditahan untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana
korupsi memberi / menerima hadiah / janji kepada Pegawai Negeri / Penyelenggara
negara pada Direktorat Jenderal Pajak. Keduanya ditangkap terkait dugaan suap
sebesar Rp. 6 Milyar
Uang
tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT EK Prima Ekspor
Indonesia sebesar Rp 78 Milyar yang terbit dari Surat Tagihan Pajak (STP) pada
2013-2014. Adapun suap tersebut merupakan tahap pertama dari total Rp 6 Milyar
yang akan dibayakan Rajamohanan Nair kepada Handang Soekarno. Komisi
Pemberatas Korupsi juga melakukan pemeriksaan kepada Dirjen Pajak Ken
Dwijugiasteadi dengan melakukan pertanyaan mengenai Tax Amnesti (Pengampunan
Pajak) tahap pertama P.T. EK Prima Expor Indonesia yang ditolak oleh DJP saat
pengajuannya. Juru
bicara KPK yaitu Febri, penyidik menanyakan semua pengetahuan Ken terhadap
hal-hal yang terkait pengurusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia. Pertanyaan
juga seputar kewenangan pengurusan pajak PT EK Prima.
Sebelumnya,
R Rajamohanan Nair, merasa diperas oleh pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan. Rajamohanan mengaku pernah ditolak saat ingin mengajukan tax
amnesty. Menurut pengacara Rajamohanan,Tommy Singh, oknum di Ditjen Pajak menolak tax
amnesty yang dilaporkan Rajamohanan, agar pengusaha tersebut mengikuti
arahan untuk memberikan sejumlah uang. Menurut
Tommy, Rajamohanan merasa terjebak dan terancam, sehingga tidak dapat melaporkan
pemerasan yang dilakukan oknum-oknum di Ditjen Pajak.Tommy menuturkan, kliennya
sudah mengajukan surat pengaduan ke pemerintah terkait pemerasan yang terjadi
akan tetapi tidak ada tindakan lebih lanjut
Pada
akhirnya Rajamohanan disangkakan melanggar Rajamohanan disangkakan melanggar
Pasal 5 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara,
Handang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) dan huruf (b) serta Pasal 11
UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bedah artikel
Pada
kasus tersebut terbukti bahwa kedua belah pihak salah dan ditetapkan tersangka
oleh KPK. Ada beberapa point yang penting dalanm kasus ini.
1. Terkait mengenai bukti yang ditemukan oleh pihak KPK dan DJP
Bahwa
terjadi penghindaran pajak sebesar 78 Milyar yang akan dibayarkan oleh Wajib
Pajak kepada Negara. Wajib pajak tersebut terbukti tidak melakukan kewajiban
perpajakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 145/PMK.03/2012
pasal 7. Dimana peraturan tersebut membahas mengenai pihak DJP dapat
menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak 2008 dan setelahnya dalam hal :
a. Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar
b. Berdasarkan hasil penelitian
terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung
c. Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda dan/atau bunga
d. Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda dan/atau bunga
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, selain :
· Identitas pembeli sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang PPN
· Identitas pembeli serta nama dan
tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan
huruf g Undang-Undang PPN, dalam hal penyerahan dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan
Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak; atau
g. Pengusaha Kena Pajak yang
mengalami gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang PPN
Dengan adanya Peraturan Menteri Keungan dengan nomor 145/PMK.03/2012
pasal 7 jelas bahwa pihak DJP mengeluarkan Surat Tagihan Pajak kepada PT EK
Prima Expor Indonesia disebabkan beberapa hal yang dijelaskan diatas. Hal
tersebut terbukti bahwa apabila STP yang dikeluarkan oleh DJP maka Wajib Pajak
telah terbukti melakukan penghindaran pajak secara sengaja maupun tidak
sengaja.
2. Terkait mengenai pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pegawai DJP Ada beberapa perilaku tidak etis yang dilakukan oleh pegawai DJP dalam
melaksanakan tanggungjawabnya sebagai seorang fiskus. Hal ini terkait ketika
seorang Wajib Pajak ingin mengikuti program pemerintah yaitu Tax Amnesti pada
tahap pertama bulan Juli – September 2016. Kode etik pegawai DJP sudah diatur
di dalam Peraturan Menteri Keuangan dengan nomor 1/PM.3/2007 yang berisi
mengenai kewajiban dan larangan pegawai negeri sipil meliputi
a.
Kewajiban pegawai negeri sipil :
·
menghormati agama, kepercayaan,
budaya, dan adat istiadat orang lain
·
bekerja secara profesional,
transparan, dan akuntabe
·
mengamankan data dan atau
informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Paja
·
memberikan pelayanan kepada Wajib
Pajak, sesama Pegawai, atau pihak lain dalam pelaksanaan tugas dengan
sebaik-baiknya
·
Mentaati perintah kedinasan
·
bertanggung jawab dalam penggunaan
barang iventaris milik Direktorat Jenderal Pajak
·
Mentaati ketentuan jam kerja dan
tata tertib kantor
·
Mennjadi panutan yang baik bagi
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan
·
Bersikap, berpenampilan, dan
bertutur kata secara sopan
b.
Larangan pegawai negri sipil
·
bersikap diskriminatif dalam
melaksanakan tugas
·
Menjadi anggota atau simpatisan
aktif partai politik
·
Menyalahgunakan kewenangan jabatan
baik langsung maupun tidak langsung
·
Menyalahgunakan f asilitas kantor
·
menerima segala pemberian dalam
bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari Wajib Pajak,
sesama Pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan Pegawai yang menerima, patut
diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya
·
Menyalahgunakan data dan atau
informasi perpajakan
·
Melakukan perbuatan yang patut
diduga dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan dan atau perubahan data pada
sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak
·
Melakukan perbuatan tidak terpuji
yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan dapat merusak citra serta
martabat Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam peraturan yang dijelaskan oleh Peraturan Menteri
Keuangan 1/PM.3/2007 dengan jelas pegawai DJP “Handang Soekarno” melakukan
pelanggaran kode etik dengan menggunakan jabatan / kekuasaannya dalam
menjalakan tugas / profesinya. Mengingat bahwa pajak adalah sumber utama
pendanaan seharusnya uang yang dibayarkan oleh Wajib Pajak tersebut bisa masuk
untuk kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi.
Dalam Peraturan
Menteri Keuangan tersebut akan dikenakan sanksi moral atau hukuman disiplin.
Hukuman disiplin yang dikeluarkan oleh pihak DJP yaitu “Handang Soekarno”
dipecat.
3. Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh PT EK Prima Expor Indonesia Dalam hal ini PT EK Prima Expor Indonesia melakukan pelanggaran kode
etik, dimana seharusnya PT EK Prima Expor tersebut seharusnya tidak melakukan
suap kepada Fiskus meskipun alasannya adalah karena dilakukan penolakan dalam
Tax Amnesti tahap pertama. Mengingat bahwa Surat Tagihan Pajak yang dikeluarkan
oleh DJP wajib dilakukan pelunasan oleh Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak ingin
mengikuti Tax Amnesti maka cukup dengan membayar uang tebusan saja.
Dalam hal terjadi penolakan oleh Fiskus dan pemerasan oleh Fiskus agar
tidak ikut Tax Amnesty, Wajib Pajak bisa melaporkannya ke Kring Pajak 1500200
atau langsung melapor kepada pihak yang berwenang mengenai pemerasn hal
tersebut. Mengingat bahwa apabila kita mengirim surat belum tentu langsung
sampai pada saat yang dibutuhkan dan dibaca.
Harus ada etika pada setiap manusia, karena pada dasarnya etika adalah
prinsip moral yang memberikan pegangan bagi tingkah laku seseorang. Seseorang
bertindak secara etis bila memperhatikan dampak dari tindakannya terhadap
lingkungan sosialnya.
Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017
Komentar
Posting Komentar