Langsung ke konten utama
EFEKTIVITAS MANAJEMEN RISKO DALAM MENGELOLA DAN
MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK
Clarinta Wida Suwasti
Maksi12
Universitas Islam Indonesia

Negara Indonesia adalah negara yang tulang punggung perekonomiannya tergantung pada sektor perpajakan. Dikatakan tulang punggung karena hampir sebagain besar penerimaanya 80 % berasal dari sektor perpajakan. Pajak tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik rutin maupun bukan rutin. Dengan adanya pajak diharapkan pembangunan mengalami peningkatan demi mencapai kesejahteraan masyarakat
Pengelolaan pajak berada di sebuah institusi Direktorat Jenderal Pajak dibawah Kementerian Keuangan. Direktorat Jenderal Pajak mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan negara. Setiap tahun institusi tersebut dituntuk untuk dapat mencapai target penerimaan pajak yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan penerimaan pajak bisa berasal dari bertambahnya Wajib Pajak, karena dengan bertambahnya Wajib Pajak tersebut diharapkan bertambah pula pembayaran pajak ke negara
Sistem perpajakan di Indonesia menganut Self Assesment System, yang berarti sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung / memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi banyak tindakan Wajib Pajak yang melakukan penghindaran pajak yang kemungkinan bisa disebabkan oleh ketidaktahuan, kesembronoan atau dengan sengaja melakukan penghindaran pajak serta adanya kelemahan dalam administrasi perpajakan itu sendiri. Hal tersebut membuat kegagalan untuk mematuhi hukum yang berlaku di perpajakan. Untuk itu, diperlukan administrasi pajak yang strategis dan terstruktur untuk meminimalisir ketidakpatuhan Wajib Pajak
Wajib Pajak yang tidak mematuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dianggap tidak patuh. Untuk menentukan tingkat kepatuhan seorang Wajib Pajak sangatlah sulit dikarenakan ada Wajib Pajak yang memang benar-benar tidak mengetahui perpajakan atau dengan sengaja melakukan penghindaran pajak demi kepentingan pribadi.
Setiap tahun jumlah Wajib Pajak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seharusnya juga mengalami peningkatan penerimaan pajak. Akan tetapi kenyataannya pajak yang ditargetkan oleh pemerintah sampai saat ini belum maksimal tercapainya dan cenderung mengalami fluktuatif. Alasan tersebut mendasari bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak cenderung rendah dibandingkan jumlah penerimaan Wajib Pajak yang mengalami peningkatan.
Hal tersebut menjadikan permasalahan dengan bagaimana sistem pemungutan pajaknya, bagaimana hubungan fiskus dengan Wajib Pajak, dan Bagaimana Manejemen resiko untuk mengelola dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak

Bedah Kasus
Dalam kasus yang terjadi diatas dalam tubuh Direktorat jenderal Pajak merupakan hal yang setiap tahun terjadi dimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak cenderung rendah dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak yang meningkat sedangkan penerimaan pajaknya mengalami fluktuatif. Untuk itu diperlukan wewenang otoritas pajak dan struktur yang sistematis dalam menentukan sebuah ketaatan Wajib Pajak dan seberapa besar risiko terebut dapat dibenahi. Manajemen resiko tersebut tertuang di dalam catatan OECD yang dapat menjadi panduan yang dirancang untuk membantu aparatur pajak dalam menjalankan tugasnya mengamankan penerimaan
Model OECD dapat dijadikan acuan dalam manajemen resiko ketidakpatuhan Wajib Pajak. Di model OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) menemukan cara untuk memastikan apakah pajak yang dibayarkan sudah sesuai dengan pajak yang terutang sebenarnya berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Proses Mengelola Kepatuhan Wajib Pajak
Didalam perpajakan terdapat dua fungsi yaitu fungsi budgetair (penerimaan) dan fungsi regulasi. Karena fungsi tersebut maka tujuan utama dari penerimaan negara adalah memungut pajak dan memastikan bahwa pajak yang dibayarkan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Karena pada dasarnya Wajib Pajak yang mengetahui kondisi perusahaannya / ekonomi masing-masing jadi penerimaan pajak tergantung pada patuh atau tidaknya mereka dalam menjalankan peraturan yang ada.
Terdapat banyak kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak ketika mereka melakukan pendaftaran sebagai Wajib Pajak. Kewajiban setiap Wajib Pajak berbeda antara satu dengan yang lainnya terkait dengan pelaporan dan pembayaran pajak. Apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka mereka dianggap sebagai wajib pajak yang tidak patuh. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana menentukan derajat ketidakpatuhan seorang Wajib Pajak, karena ada Wajib Pajak yang dengan secara sengaja melakukan penghaindaran pajak dan ada juga yang karena ketidaktahuannya dalam perpajakan. Oleh karena itu perlu kejelasan hukum pajak yang masuk ke dalam kategori resiko yang harus dibenahi, baik dengan mengubah undang-undang maupun tata cara pelaksanaannya.
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, otoritas pajak memiliki keerbatasan sumber daya  untuk menentukan ketidakpatuhan Wajib Pajak. Untuk itu, diperlukan efektivitas administrasi dalam sistem pemungutan pajak. Hal ini merupakan hal yang sangat sulit, muntuk itu sebuah metodologi yang rasional sangat diperlukan untuk menentukan alokasi sumber daya. Untuk itu model OECD ini sangat diperlukan dalam membantu efektivitas manajemen resiko di perpajakan dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya dalam mengamankan penerimaan negara dalam kontekas kepatuhan pajak.
Pendekatan manajemen resiko adalah adanya kejelasan di sistem perpajakan yang :
1.     Memiliki struktur dasar untuk perencanaan strategis
2.   Fokus pada masalah ketidakpatuhan wajib pajak dan mensosialisasikan keragaman masalah  perpajakan
3.     Efektivitass dan efisiensi pelayanan perpajakan
4.     Pendekatan pengawasan dengan adanya audit eksternal
5.     Organisasi yang kuat dalam melakukan evaluasi pajak dengan pendekatan barang bukti
Manajemen resiko kepatuhan merupakan serangkaian proses yang sistematik yang digunakan untuk mengambil keputusan. Di lingkungan yang sumber daya terbatas, otoritas pajak bertinndak dalam kerangka kerja untuk :
1.    Merespon dengan cepat untuk mengubah keadaan
2.  Memprioritaskan penerapan strategi, karena strategi yang bagus kemungkinan keberhasilannya besar
3.    Memberikan pengaruh dengan intervensi
4.    Mencapai tujuan yang diharapkan
Tantangan yang terjadi adalah bagaimana memasukkan manajemen resiko ke dalam budaya organisasi sehari-sehari. Untuk itu diperlukan pembentukan budaya di dalam organisasi dalam mendukung manajemen resiko kepatuhan. Selain itu melakukan identifikasi resiko dengan sedini mungkin agar manajemen resiko kepatuhan menjadi efektif. Identifikasi resiko menunjukkan hubungan pandangan organisasi mengenai resiko dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan. Perluya berbagai sumber data dan manipulasi data teknik dengan emmakai alat-alat analisis dan indikator yang diperlukan untuk megidentifikasi risiko. Analisis makro ekonomi dapat dilakukan untuk mengevaluasi tren kepatuhan dengan memberikan indikasi awal dari sebuah perubahan tingkat kepatuhan. Selain itu dapat menggunakan indikator tren analisa opini publik yang digunakan untuk mendukung penilaian resiko dan strategi pengembangan.
Analisis Perilaku Kepatuhan
           Perlunya analisis kepatuhan yang dilihat dari beberapa faktor seperti faktor ekonomi dan beban keuangan, serta faktor perilaku dan perbedaan individu. Faktor ekonomi mengukur adanya hubungan antara jumlah kepatuhan dan perilaku wajib pajak.
Strategi Peningkatan Kepatuhan. Jika resiko telah diidentifikasi dan dianalisis maka resiko tersebut dikelola agar tepat sasaran dengan cara memilih atau mengembangkan strategi yang tepat untuk menangi perilaku wajib pajak. Strategi yang baik adalah bagaimana secara efektif dan proaktif menanggulangi deteksi gejala ketidakpatuhan. Bisa juga dilakukan dengan optimalisasi wajib pajak dengan memberika kejelasan mengenai kewajiban perpajakan yang mudah dipahami dan bersifat trasnparan, pemberian penghargaan kepada wajib pajak yang patuh, dan perlunya sanksi yang tegas apabila wajib pajak melakukan pelanggaran tanpa adanya perbedaan.
         Dengan langkah-langkah dan strategi diatas diharapkan ketidakpatuhan Wajib Pajak menjadi berkurang dan dapat meningkatkan penerimaan negara.selain menerapkan beberapa strategi juga perlu dilakukan evaluasi setiap langkah-langkah strategi agar dapat dilakukan pembenahan dalam institusi Direktorat Jenderal Pajak


Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani