Langsung ke konten utama
PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN CARA LITIGASI
Meutia Layli
meutialayli92@gmail.com
Magister Akuntansi / Universitas Islam Indonesia

Sengketa merupakan perilaku pertentangan antara kedua pihak atau lembaga atau lebih yang menimbulkan sesuatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks mentebabkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis antar berbagai pihak. Dengan kegiatan bisnis yang semakin banyak, maka sangat sulit untuk menghindari terjadinya sengketa antar pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanya  conflict of interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis.

Sengketa bisnis dapat berupa sengketa sebagai berikut: (1) Sengketa perniagaan, (2) Sengketa perbankan, (3) Sengketa Keuangan, (4) Sengketa Penanaman Modal, (5) Sengketa Perindustrian, (6) Sengketa HKI, (7) Sengketa Konsumen, (8) Sengketa Kontrak, (9) Sengketa pekerjaan, (10) Sengketa perburuhan, (11) Sengketa perusahaan, (12) Sengketa hak, (13) Sengketa property, dan (14) Sengketa Pembangunan konstruksi. Ada dua macam cara penyelesaian sengketa bisnis, yaitu dengan dilihar dari  sudut pandang pembuat keputusan: (a) Adjudikatif : mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan keputusan pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak, (b) Konsensual/Kompromi : cara penyelesaian sengketa secara kooperatif /kompromi untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution, dan (c) Quasi Adjudikatif : merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.

Dari sudut pandang prosesnya terbagi menjadi dua, yaitu litigasi dan non litigasi. Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya : (1) Pengadilan Umum, (2) Pengadilan Niaga.     Penyelesaian Melalui proses Litigasi yang melalui pengadilan umum, maka pengadilan negeri berwenang memerikaa sengketa bisnus tersebut, dan memiliki karakteristik, (a) Prosesnya sangat formal, (b) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim), (c) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan, (d) Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding), (e) Orientasi ke pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah), dan (f) Persidangan bersifat terbuka. Penyelesaian Melalui proses Litigasi yang melalui pengadilan niaga memiliki karakteristik yang sama dengan pengadilan umum. Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI.

Dalam menyelesaikan sengketa, pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa yang menyelesaikan secara litigasi akan membutuhkan biaya dan waktu yang besar. Selain itu, putusan yang diambil oleh hakim belum tentu benar-benar adil, karena hakim hanya biasanya memiliki pengetahuan umum atas suatu perkara. Putusan yang dihasilkan di Pengadilan Negri masih dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Itulah sebabnya penyelesaian secara litigasi akan membutuhkan waktu da biaya yang sangat besar.

Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani