Kasus Audit BI Terkait Aliran Dana YPPI
Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Pada tahun 2008, BI mengalami kasus yang mungkin kasus ini merupakan kasus besar. Kasus ini merupakan kasus besar karena didalamnya menyeret nama-nama anggota dewan gubernur BI dan anggota DPR terkemuka. Kasus yang menjerat BI ini adalah adanya aliran dana YPPI atau YLPPI. Hal ini dapat diketahui karena adaya audit BI yang merupakan temuan dari tim audit BPK. BPK telah menentukan rencana kerja, metode, teknik pemeriksaan, analisis, maupun penetapan opini sesuai dengan standar pemeriksaan yang berlaku. Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) adalah lembaga pendidikan perbankan yang memiliki hubungan dengan Bank Indonesia. Di kalangan masyarakat, nama YPPI (Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia) dikenal sangat melekat dengan kader-kader di bidang perbankan.
Lembaga pendidikan ini memiliki hubungan dengan Bank Indonesia. Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK menemukan bahwa terdapat aset/ tanah yang digunakan oleh YLPPI. BI juga menyediakan modal awal YLPPI, memberikan bantuan biaya operasionalnya serta mengawasi manajemennya. Berkaitan dengan dibuatnya peraturan tahun 1993 tentang penggunana asset/tanah oleh YLPPI serta hubungan terafiliasi antara YLPPI dengan BI, maka Tim Audit BPK meminta laporan keuangannya agar dapat diungkapkan dalam Laporan Keuangan BI. Dari perbandingan kekayaan YLPPI per 31 Desember 2003 dengan posisi keuangannya per Juni 2003, diketahui adanya penurunan nilai aset sebesar Rp 93 miliar (Informasi mengenai kekayaan YPPI per 31 Desember 2003 ini diperoleh dari Laporan Keuangannya yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Mohammad Toha). Juni 2005-Oktober 2006: Tim Audit BPK melakukan pendalaman dengan kasus dengan menetapkan sendiri metode, teknik, objek pengungkapan kasus, analisis, serta penetapan opini pemeriksaan. Pada Bulan Mei 2005, Tim Audit BPK melaporkan kasus Aliran Dana YPPI kepada Ketua BPK, Anwar Nasution.
Lembaga pendidikan ini memiliki hubungan dengan Bank Indonesia. Pada bulan Maret 2005, Tim Audit BPK menemukan bahwa terdapat aset/ tanah yang digunakan oleh YLPPI. BI juga menyediakan modal awal YLPPI, memberikan bantuan biaya operasionalnya serta mengawasi manajemennya. Berkaitan dengan dibuatnya peraturan tahun 1993 tentang penggunana asset/tanah oleh YLPPI serta hubungan terafiliasi antara YLPPI dengan BI, maka Tim Audit BPK meminta laporan keuangannya agar dapat diungkapkan dalam Laporan Keuangan BI. Dari perbandingan kekayaan YLPPI per 31 Desember 2003 dengan posisi keuangannya per Juni 2003, diketahui adanya penurunan nilai aset sebesar Rp 93 miliar (Informasi mengenai kekayaan YPPI per 31 Desember 2003 ini diperoleh dari Laporan Keuangannya yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Mohammad Toha). Juni 2005-Oktober 2006: Tim Audit BPK melakukan pendalaman dengan kasus dengan menetapkan sendiri metode, teknik, objek pengungkapan kasus, analisis, serta penetapan opini pemeriksaan. Pada Bulan Mei 2005, Tim Audit BPK melaporkan kasus Aliran Dana YPPI kepada Ketua BPK, Anwar Nasution.
Penanganan kasus tersebut dilakukan pada tanggal 5 Juli 2005, Ketua BPK memanggil Gubernur BI. Ketua BPK meminta yang bersangkutan untuk dapat menyelesaikan kasus tersebut dengan baik agar tidak menimbulkan gejolak politik maupun mengganggu karirnya sendiri atau karir semua pihak yang terkait. Pada tanggal 21 Juli 2005, Ketua BPK memberikan himbauan yang sama pada Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI dan kemudian diangkat menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Ketua BPK menyarankan untuk dapat menyelesaikan kasus Aliran Dana YPPI sesuai dengan aturan hukum, termasuk UU tentang Yayasan dan sistem pembukuan BI sendiri. Saran ketua BPK secara spesifik adalah agar seluruh uang YPPI dapat dikembalikan dan pembukuan YPPI dapat dikoreksi kembali. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa temuan. Yang pertama adalah Manipulasi pembukuan, baik buku YPPI maupun buku Bank Indonesia. Yang kedua adalah Menghindari Peraturan Pengenalan Nasabah Bank serta UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Yang ketiga adalah Penarikan dan penggunaan dana YPPI untuk tujuan berbeda dengan tujuan pendirian yayasan semula. Yang keempat adalah Penggunaan dana Rp 31,5 miliar yang diduga untuk menyuap oknum anggota DPR.
Sumber:
http://banjarmasin.bpk.go.id/?p=1178
Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017
Komentar
Posting Komentar