Langsung ke konten utama
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR

Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya. Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani para pelanggannya secara tidak jujur merupakan suatu dilema moral, khususnya jika ia memiliki keluarga yang harus dibiayai serta terdapat persaingan yang sangat ketat dalam lapangan pekerjaan. Setiap profesi pasti pernah mengalami dilema etika. Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia merasa bingung untuk mengambil suatu keputusan tentang perilaku apa yang seharusnya dilakukan. Banyak alternatif untuk menyelesaikan dilema-dilema etika, hanya saja diperlukan suatu perhatian khusus dari tiap individu untuk menghindari rasionalisasi tindakan-tindakan yang kurang atau bahkan tidak etis.

Prinsip-Prinsip Etika
Prinsip etika seorang auditor terdiri dari enam yaitu:
1.      Rasa Tanggungjawab (Responsibility)
Mereka harus peka serta memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas yang mereka lakukan
2.      Kepentingan Publik
Auditor harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan orang banyak, menghargai kepercayaan public, serta menunjukan komitmennya pada profesionalisme.
3.      Integritas
Mempertahankan dan memperluas keyakinan public
4.      Obyektifitas dan Independensi
Auditor harus mempertahankan obyektifitas dan terbebas dari konflik antar kepentingan dan harus berada pada posisi yang independen
5.      Due Care
Auditor harus selalu memperhatikan standar tekhnik dan etika profesi dengan meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa, dan melaksanakan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan terbaiknya
6.      Lingkup dan Sifat Jasa
Auditor yang berpraktik bagi public harus memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang disediakan

Pandangan Mengenai Mengenai Dilema Etika
            Dilema pada pelaksanaan tugas sebagai akuntan publik, merupakan masalah sulit dimana pada kondisi tersebut mengharuskan akuntan publik  menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan ; dalam hal ini berarti situasi tersebut sulit dan membingungkan.
Sebetulnya antara auditor, akuntan publik dan pebisnis, ketiga pihak ini saling merupakan partner kerja dan ada saling ketergantungan; disamping mereka banyak menghadapi dilema etika, baik dalam karir maupun bisnis.
    Bernegosiasi dengan klien yang mengancam akan  mencari auditor baru, kalau hasil auditnya tidak  memperoleh pendapat wajar tanpa pengeculian, jelas merupakan dilema bagi auditor karena pendapat itu tidak sesuai dengan integritasnya.
    Memutuskan apakah akan menegur supervisornya yang telah melakukan “lebih saji secara material” dari nilai pendapatan unit kerja akuntan independen untuk mendapatkan bonus yang lebih besar merupakan dilema yang sulit.

Dilema pada pelaksanaan tugas sebagai akuntan publik, merupakan masalah sulit dimana pada kondisi tersebut mengharuskan akuntan publik harus menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan ; dalam hal ini berarti situasi tersebut sulit dan membingungkan.

Memecahkan Dilema Etika
            Menurut Brooks, Leonard J. 10th ed.dalam bukunya  Profesional Ethics for Accountans, ada beberapa alternatif dalam penyelesaian/ pemecahan etika. Namun eksekutif yang mengambil keputusan harus berhati-hati, agar supaya terhindar dari kesalahan cara yang merupakan rasionalisasi perilaku tidak beretika.
    Metode rasionalisasi yang umumnya digunakan bagi perilaku tidak beretika, adalah :
1.   Orang melakukan hal yang sama : argumentasi yang mendukung penyalah-gunaan pelaporan pajak, menjual produk yang kadaluarsa pada kemasan tidak tertulis tanggalnya ; dan ada beberapa hal yang melakukan sama.
2.     Jika itu legal, maka hal tersebut dikatakan beretika : argumentasi bahwa semua perilaku legal, adalah beretika sangat berhubungan dengan ketepatan hukum yang berlaku dinegara tersebut. Dengan filosofi ini berarti tidak ada kewajiban menuntut kerugian yang telah dilakukan oleh seseorang. Manipulasi dan korupsi itu sendi di Indonesia, pelakunya sembunyi dinegara lain.
3.    Kemungkinan ketahuan dan konsekuensinya,  filosofi ini tergantung pada evaluasi hasil temuan auditor. Klien (top manajemen) yang menggunakan laporan auditor dengan cermat akan memberikan konsekuensi (kalau perlu hukuman yang tegas) kepada karyawan yang diketahui melakukan kesalahan / fraud setelah pelaksanaan audit.

 Brooks menemukan dan telah mengembangkan kerangka formal untuk membantu top manajemen atau akuntan publik dalam memecahkan dilema etika.
Menentukan masalah/dilema etika dan melakukan tindakan yang tepat untuk karyawan sesuai dengan Normanya dapat dilakukan dengan enam langkah :
1.      Dapatkan fakta-fakta yang relevan
2.      Identifikasi semua issue etika dari fakta tersebut
3.  Tentukan siapa/bagaimana karyawan atau stakeholders yang dipengaruhi oleh dilema tersebut
4.      Identifikasi alternatif yang tersedia bagi orang yang harus memecahkan dilema
5.      Identifikasi konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif yang dipilih
6.      Buatlah keputusan yang tepat

Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.
Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani para pelanggannya secara tidak jujur merupakan suatu dilema moral, khususnya jika ia memiliki keluarga yang harus dibiayai serta terdapat persaingan yang sangat ketat dalam lapangan pekerjaan.
Setiap profesi pasti pernah mengalami dilema etika. Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia merasa bingung untuk mengambil suatu keputusan tentang perilaku apa yang seharusnya dilakukan. Banyak alternatif untuk menyelesaikan dilema-dilema etika, hanya saja diperlukan suatu perhatian khusus dari tiap individu untuk menghindari rasionalisasi tindakan-tindakan yang kurang atau bahkan tidak etis.

Prinsip-Prinsip Etika
Prinsip etika seorang auditor terdiri dari enam yaitu:
1.      Rasa Tanggungjawab (Responsibility)
Mereka harus peka serta memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas yang mereka lakukan
2.      Kepentingan Publik
Auditor harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan orang banyak, menghargai kepercayaan public, serta menunjukan komitmennya pada profesionalisme.
3.      Integritas
Mempertahankan dan memperluas keyakinan public
4.      Obyektifitas dan Independensi
Auditor harus mempertahankan obyektifitas dan terbebas dari konflik antar kepentingan dan harus berada pada posisi yang independen
5.      Due Care
Auditor harus selalu memperhatikan standar tekhnik dan etika profesi dengan meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa, dan melaksanakan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan terbaiknya
6.      Lingkup dan Sifat Jasa
Auditor yang berpraktik bagi public harus memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang disediakan

Pandangan Mengenai Mengenai Dilema Etika
            Dilema pada pelaksanaan tugas sebagai akuntan publik, merupakan masalah sulit dimana pada kondisi tersebut mengharuskan akuntan publik  menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan ; dalam hal ini berarti situasi tersebut sulit dan membingungkan.
Sebetulnya antara auditor, akuntan publik dan pebisnis, ketiga pihak ini saling merupakan partner kerja dan ada saling ketergantungan; disamping mereka banyak menghadapi dilema etika, baik dalam karir maupun bisnis.
         Bernegosiasi dengan klien yang mengancam akan  mencari auditor baru, kalau hasil auditnya tidak  memperoleh pendapat wajar tanpa pengeculian, jelas merupakan dilema bagi auditor karena pendapat itu tidak sesuai dengan integritasnya.
         Memutuskan apakah akan menegur supervisornya yang telah melakukan “lebih saji secara material” dari nilai pendapatan unit kerja akuntan independen untuk mendapatkan bonus yang lebih besar merupakan dilema yang sulit.

Dilema pada pelaksanaan tugas sebagai akuntan publik, merupakan masalah sulit dimana pada kondisi tersebut mengharuskan akuntan publik harus menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan ; dalam hal ini berarti situasi tersebut sulit dan membingungkan.

Memecahkan Dilema Etika
            Menurut Brooks, Leonard J. 10th ed.dalam bukunya  Profesional Ethics for Accountans, ada beberapa alternatif dalam penyelesaian/ pemecahan etika. Namun eksekutif yang mengambil keputusan harus berhati-hati, agar supaya terhindar dari kesalahan cara yang merupakan rasionalisasi perilaku tidak beretika.
    Metode rasionalisasi yang umumnya digunakan bagi perilaku tidak beretika, adalah :
1.      Orang melakukan hal yang sama : argumentasi yang mendukung penyalah-gunaan pelaporan pajak, menjual produk yang kadaluarsa pada kemasan tidak tertulis tanggalnya ; dan ada beberapa hal yang melakukan sama.
2.      Jika itu legal, maka hal tersebut dikatakan beretika : argumentasi bahwa semua perilaku legal, adalah beretika sangat berhubungan dengan ketepatan hukum yang berlaku dinegara tersebut. Dengan filosofi ini berarti tidak ada kewajiban menuntut kerugian yang telah dilakukan oleh seseorang. Manipulasi dan korupsi itu sendi di Indonesia, pelakunya sembunyi dinegara lain.
3.      Kemungkinan ketahuan dan konsekuensinya,  filosofi ini tergantung pada evaluasi hasil temuan auditor. Klien (top manajemen) yang menggunakan laporan auditor dengan cermat akan memberikan konsekuensi (kalau perlu hukuman yang tegas) kepada karyawan yang diketahui melakukan kesalahan / fraud setelah pelaksanaan audit.

 Brooks menemukan dan telah mengembangkan kerangka formal untuk membantu top manajemen atau akuntan publik dalam memecahkan dilema etika.
Menentukan masalah/dilema etika dan melakukan tindakan yang tepat untuk karyawan sesuai dengan Normanya dapat dilakukan dengan enam langkah :
1.      Dapatkan fakta-fakta yang relevan
2.      Identifikasi semua issue etika dari fakta tersebut
3.  Tentukan siapa/bagaimana karyawan atau stakeholders yang dipengaruhi oleh dilema tersebut
4.      Identifikasi alternatif yang tersedia bagi orang yang harus memecahkan dilema
5.      Identifikasi konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif yang dipilih
6.      Buatlah keputusan yang tepat


Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta

2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup