Langsung ke konten utama
TANGGUNG JAWAB AUDITOR UNTUK MENDETEKSI DAN MELAPORKAN KEKELIRUAN DAN KECURANGAN
Shintya Dirgahayu
shintyad93@gmail.com

Standar Auditing Seksi 316 (IAI, 2001) mengharuskan Auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan. Auditor diharapkan untuk peka terhadap kemungkinan adanya ketidakberesan material dalam setiap auditnya. Oleh karena itu, auditor diharuskan untuk menentukan dan mengevaluasi tingkat risiko bahwa laporan keuangan kemungkinan berisi salah saji material yang disebabkan oleh manajemen senior atau karyawan. Namun demikian, auditor tidak boleh menganggap bahwa manajemen bersikap jujur atau tidak jujur (professional skepticism). Auditor sebaiknya menyadari bahwa kondisi yang diamati dan bukti yang diperolehnya, termasuk informasi dari audit periode sebelumnya, perlu diawasi secara objektif untuk menentukan apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, hal ini dapat dilakukan pada saat perencanaan maupun pada tahap pelaksanaan audit.
Kecurangan dapat terjadi dalam hubungannya dengan pelaporan keuangan dan yang berkenaan dengan penggelapan dan penyalahgunaan aset. Penggelapan dan penyalahgunaan aset ini seringkali dilakukan oleh para karyawan. Banyak tulisan dan diskusi mengenai ketidakberesan difokuskan pada salah saji yang dilakukan oleh manajemen. Hal ini disebabkan karena salah saji yang dilakukan oleh manajemen merupakan sumber konflik antara tujuan auditor dengan tujuan manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh karyawan biasanya tidak berjumlah material. Namun demikian, jika kecurangan yang dilakukan karyawan berjumlah material maka audit harus dirancang untuk bisa secara memadai mendeteksi kecurangan karyawan.
Satu hal penting yang harus dilakukan auditor adalah melakukan reviu terhadap karakteristik klien yang kemungkinan dapat meningkatkan risiko salah saji material. Tiga contoh karakteristik klien yang dapat dijadikan tanda-tanda terhadap kemungkinan adanya kekeliruan dan ketidakberesan adalah:
1.    Keputusan operasi dan pembelanjaan manajemen didominasi oleh satu orang.
2.      Organisasi didesentralisasi tanpa adanya pemantauan yang memadai.
3.    Adanya masalah-masalah akuntansi yang sulit dan diperdebatkan. Auditor harus mempertimbangkan dampak dari tanda-tanda tersebut di keseluruhan strategi audit.
Pertimbangan terhadap tanda-tanda tersebut harus pula memperhatikan faktor-faktor ukuran perusahaan, kompleksitas, dan bentuk kepemilikan perusahaan klien. Dalam satuan usaha besar, auditor biasanya akan mempertimbangkan faktor-faktor yang menghalangi tindakan senior manajemen yang tidak semestinya, seperti efektivitas dewan komisaris, dan fungsi kontrol ekstern yang serupa, serta fungsi satuan pengawas intern. Pertimbangan juga diarahkan kepada cara-cara yang digunakan untuk menegakkan pelaksanaan aturan perusahaan dan efektivitas sistem penganggaran atau sistem pelaporan pertanggungjawaban.
Ketika auditor yakin bahwa ketidakberesan yang terjadi tidak berpengaruh atau tidak material pada laporan keuangan, auditor harus memberitaukan hal ini kepada manajemen karena merekalah yang berposisi sebagai pelaksana. Sebagai contoh, pencurian sebagian uang pada kas kecil biasanya tidak berpengaruh pada aspek- aspek lainnya dan jumlahnya tidak material. Akan tetapi, jika auditor yakin bahwa ketidakberesan tersebut berjumlah material dan berdampak signifikan secara langsung pada laporan keuangan, maka auditor harus melakukan langkah-langkah pemeriksaan tambahan. Auditor harus mendiskusikan hal-hal yang diperlukan kepada pihak manajemen berkenaan dengan adanya ketidakberesan material tersebut dan mencari solusi terhadap pendekatan investigasi tambahan yang diperlukan tersebut. Oleh karena itu, auditor harus (1) menentukan implikasi audit atas pemeriksaan aspek- aspek lainnya, (2) mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masih terbuka atas keberadaan dan jumlah dari ketidakberesan, dan (3) menyarankan kepada klien agar berkonsultasi dengan konsultan hukum tentang kemungkinan penuntutan pihak- pihak lain.


Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani