Langsung ke konten utama
IMPLEMENTASI KODE ETIK AKUNTAN DALAM BISNIS: PERSIAPAN DAN PELAPORAN INFORMASI
Maharani Dyah Pitaloka 
pitaloka.dyahmaharani@gmail.com

Kita mengetahui bahwa secara fundamental, kode etik yang harus dipatuhi oleh akuntan meliputi: integritas, objektivitas, kompetensi professional dan kehatian-hatian, kerahasiaan, serta memelihara perilaku professional. Prinsip-prinsip ini haruslah senantiasa diterapkan oleh akuntan. Begitupun dalam penerapannya dalam dunia bisnis, kode etik ini tetap harus dipatuhi oleh akuntan. Akuntan professional dalam bisnis seringkali terlibat dalam persiapan dan pelaporan informasi yang nantinya akan diterbitkan bagi khalayak public maupun digunakan oleh perusahaan pengguna jasa maupun perusahaan lainnya. Informasi yang dihasilkan ini menyangkut informasi keuangan atau informasi manajemen, sebagai contoh: proyeksi/perkiraan dan anggaran, diskusi dan analisis manajemen, dan surat manajemen representasi yang diberikan kepada auditor selama audit atas entitas laporan keuangan. Seorang akuntan profesional dalam bisnis harus menyiapkan atau menyajikan informasi tersebut secara adil, jujur ​​dan sesuai dengan standar profesional yang relevan sehingga informasi akan dipahami dalam konteksnya.

Seorang akuntan profesional dalam bisnis yang memiliki tanggung jawab dalam persiapan atau persetujuan laporan keuangan untuk tujuan umum dari suatu organisasi yang mempekerjakan. Organisasi ini harus dipuaskan dengan laporan keuangan yang telah disajikan sesuai dengan standar pelaporan keuangan yang berlakuSeorang akuntan profesional dalam bisnis harus mengambil langkah-langkah yang wajar untuk menjaga informasi untuk akuntan profesional dalam bisnis bertanggung jawab dengan cara :
(a) Menjelaskan dengan jelas sifat sebenarnya dari transaksi bisnis, aset, atau kewajiban;
(b) Mengklasifikasikan dan mencatat informasi secara tepat waktu dan tepat, dan
(c) Mewakili fakta-fakta secara akurat dan lengkap dalam semua hal yang material.

Ancaman terhadap kepatuhan dengan prinsip-prinsip dasar, misalnya, self interest atau intimidasi, ancaman terhadap objektivitas atau kompetensi profesional dan kehati-hatian, diciptakan dengan kondisi seorang akuntan profesional dalam bisnis ditekan (baik eksternal atau dengan kemungkinan keuntungan pribadi) agar menjadi lebih waspada dengan informasi yang menyesatkan, begitupun bila terdapat kemungkinan adanya informasi yang menyesatkan karena tindakan pihak lain. Penting tidaknya ancaman tersebut akan tergantung pada faktor-faktor seperti sumber tekanan dan sejauh mana informasi tersebut berpotensi menyesatkan. Arti penting dari ancaman harus dievaluasi dan perlindungan perlu diterapkan bila diperlukan untuk menghilangkan atau menguranginya ancaman ke tingkat yang dapat diterima. Perlindungan tersebut termasuk konsultasi dengan atasan dalam organisasi yang mempekerjakan, komite audit atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola organisasi, atau dengan badan profesional yang relevan.

Bila ancaman tidak mungkin untuk dikurang/ditekan ke tingkat yang dapat diterima, seorang akuntan profesional dalam bisnis hendaknya menolak untuk tetap berhubungan dengan informasi yang telah ditentukan oleh akuntan profesional sebagai informasi yang menyesatkan. Seorang akuntan profesional dalam bisnis mungkin telah sadar terkait dengan informasi yang menyesatkan ini. Setelah menyadari hal ini, akuntan profesional dalam bisnis harus mengambil langkah-langkah untuk memisahkan diri dari informasi tersebut. Dalam menentukan apakah ada persyaratan untuk melaporkan, akuntan profesional dalam bisnis dapat mempertimbangkan mendapatkan nasihat hukum. Selain itu, akuntan profesional dapat mempertimbangkan apakah akan mengundurkan diri.
Referensi:IFAC. 2005. Code of Ethic for Professional Accountants. 



 Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani