Langsung ke konten utama
ETIKA PROFESIONAL PADA AUDITOR 
Oleh : Andri Puren 


Salah satu karakteristik yang membedakan setiap profesi dengan masyarakat pada umumnya adalah kode etik perilaku professional atau etika bagi para anggotanya. Perilaku yang beretika memerlukan peraturan perilaku dan kegiatan pengaturan. Dalam hal ini perilaku tersebut dapat dijabarkan dalam pendidikan berkelanjutan, pembelajaran seumur hidup, kompetensi, integritas, memahami isu-isu bisnis yang luas, objektivitas, dan masih banyak lagi. Dalam buku Boynton, etika professional harus lebih dari sekedar prinsip-prinsip moral. Etika ini meliputi standar perilaku bagi seorang professional yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistic. Sedangkan kode etik professional dapat dirancang sebagian untuk mendorong perilaku yang ideal, sehingga harus bersifat realistis dan dapat ditegakkan. Agar dapat memiliki arti, maka keduanya harus pada posisi di atas hokum, namun sedikit di bawah posisi ideal. 

Etika professional harus dimiliki oleh auditor agar jasa profesi yang diberikan pada klien dapat berkualitas. Adapun rerangka aturan yang dibuat profesi untuk menjaga dan meningkatkan kualitas jasa profesi : 1. Pembentukan standar (standard setting) 2. Aturan kantor akuntan (firm regulation) 3. Aturan pribadi (self regulation) 4. Aturan pemerintah (government regulation)

Rerangka aturan yang dibuat profesi untuk menjaga dan meningkatkan kualitas jasa profesi tersebut yang merupakan etika professional berada pada aturan pribadi (self regulation). Etika professional tersebut meliputi : 

1. Etika dan moralitas 2. Kode etik perilaku professional AICPA dan IAI 3. Peraturan perilaku AICPA dan aturan etika kompartemen akuntan public IAI 4. Penegakkan peraturan Etika professional jelas tidak dapat terlepas dari kode etik dimana kode etik tersebut yang menjadi salah satu factor dalam pembentukan auditor yang beretika professional. Adapun prinsip yang terdapat dalam kode etik, prinsip tersebut diantaranya : 
1. Tanggung jawab profesi yang mengharuskan anggotanya untuk mewujudkan kepekaan professional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka. 
2. Kepentingan public, yaitu harus melakukan tindakan yang mendahulukan kepentingan public, menghargai kepercayaan public, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme. 
3. Integritas tinggi dalam melaksanakan semua tanggung jawab professional untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat. 
4. Mempertahankan objektivitas dan bebas dari pertentangan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab professional dan harus bersikap independen dalam kenyataan dan penampilan pada waktu melaksanakan audit atau jasa atestasi lainnya. 
5. Harus mengamati standar teknis dan etika profesi, meningkatkan kompetensi serta mutu jasa, dan melaksanakan tanggung jawab professional dengan kemampuan terbaik. 6. Harus mematuhi prinsip-prinsip kode perilaku professional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang diberikan.
Referensi :
Modern Auditing (Boynton, Johnson, Kell)


Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani