Langsung ke konten utama
AKUNTAN BUKANLAH PEMOLES LAPORAN KEUANGAN
Heru Nurhadi
Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Islam Indonesia

Belajar dari tukang bangunan bekerja. Mereka menyusun satu per satu batu bata menjadi sebuah dinding. Batu bata yang telah terpasang diukur kembali penempatannya untuk memastikan sudah lurus atau belum. Apabila sudah lurus, diketuk-ketuk untuk memastikan adonan semen sudah mengikat batu bata tersebut. Mereka menyadari bahwa sedikit saja kesalahan dalam pemasangan batu bata bisa berakibat kurang baik. Dinding bisa saja menjadi bengkok, tidak lurus, dan ada kemungkinan batu bata yang tersusun tidak terikat satu dengan yang lain yang bisa berakibat dinding menjadi tidak kokoh. Kesalahan kecil bisa berakibat fatal bagi orang lain. Dalam dunia akuntansi, juga muncul kesadaran dalam rangka menampilkan laporan keuangan dengan laba yang maksimal dengan didukung berbagai motivasi lainnya, yaitu:

1. mekanisme pajak yang dihitung berdasarkan penghasilan
2. adanya kesenjangan antara kinerja aktual perusahaan dengan harapan analis eksternal
3. adanya konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik
4. kosmetika akuntansi akan membantu menyajikan laporan keuangan menjadi cantik.

Terkadang upaya dalam rangka menampilkan laporan keuangan dengan laba yang maksimal cenderung dilakukan untuk kepentingan internal perusahaan dengan menyalahi prosedur atau ketentuan hukum yang berlaku sehingga perbuatan tersebut menjadi salah, ilegal, dan tidak etis. Sedikit kembali ke beberapa tahun yang lalu. Terdapat kasus di dalam negeri yang ada hubungannya dengan profesi akuntansi, yaitu kasus PT Kimia Farma Tbk (KAEF). KAEF merupakan salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pelaporan keuangan pada tanggal 31 Desember 2001, menunjukkan adanya laba bersih sebesar Rp132 milyar dan laporan keuangan tersebut telah diaudit. Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam selaku regulator pasar modal saat itu menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, laporan keuangan KAEF tahun 2001 disajikan kembali. Hal ini disebabkan telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang disajikan kembali, laba yang disajikan hanya sebesar Rp99,56 milyar atau lebih rendah sebesar Rp32,6 milyar (24,7%) dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan tersebut mencakup:

1. Kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp2,7 milyar untuk unit industri bahan baku.
2. Kesalahan berupa overstated persediaan barang sebesar Rp23,9 milyar untuk unit logistik sentral.
3. Kesalahan berupa overstated persediaan barang sebesar Rp8,1 milyar dan overstated penjualan sebesar Rp10,7 milyar untuk unit pedagang besar farmasi.

Kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh direksi dengan cara:
1. Membuat 2 (dua) daftar harga persediaan (master prices) yang berbeda yang diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002. Master prices per 3 Februari 2002 merupakan master prices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi KAEF per 31 Desember 2001.
2. Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit pedagang besar farmasi dan unit bahan baku. Ciri pembeda profesi akuntansi adalah kesediaannya menerima tanggung jawab untuk bertindak bagi kepentingan publik tidak hanya terbatas pada pemberi kerja. Dalam bertindak, hendaknya akuntan mengutamakan kepentingan publik dengan melaksanakan pekerjaan sesuai kode etik profesi serta peraturan hukum yang berlaku.


Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani