AUDIT FORENSIK SEBAGAI ALAT UNTUK
MEMBEDAH LITIGASI DAN FRAUD
Clarinta
Wida Suwasti
Universitas
Islam Indonesia
Maksi
Audit
forensik merupakan audit gabungan keahlian yang mencakup keahlian akuntansi,
auditing maupun bidang hukum/perundangan dengan harapan bahwa hasil audit
tersebut akan dapat digunakan untuk mendukung proses hukum di pengadilan maupun
kebutuhan hukum lainnya. Audit forensik dilakukan dalam rangka untuk memberikan
dukungan keahlian dalam proses legal pemberian keterangan ahli dalam proses
litigasi/litigation. Audit forensik yang sebelumnya dikenal dengan akuntansi
forensik mengandung makna antara lain “yang berkenaan dengan pengadilan”.
Selain itu, juga sesuatu yang berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah
pada permasalahan hukum.
Fraud
merupakan serangkaian kata perbuatan yang melawan hukum/illegal acts yang
dilakukan dengan sengaja dan merugikan pihak lain. Perbuatan yang merugikan
tersebut antara lain bisa berbentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
kecurangan, penyelewengan, pencurian, penyogokan, manipulasi, penggelapan,
penjarahan, penipuan, penyelundupan, salah saji. Perbuatan tersebut secara
keseluruhan merupakan perbuatan yang menyimpang etika dan kepatutan/abuse.
Timbulnya fraud
pada umumnya merupakan gabungan antara motivasi dan kesempatan. Motivasi
dapat muncul dari adanya dorongan kebutuhan dan kesempatan berasal dari
lemahnya pengendalian intern dari lingkungan, yang memberikan kesempatan
terjadinya fraud. Semakin besar dorongan kebutuhan ekonomi seseorang
yang berada dalam lingkungan pengendalian yang lemah, maka semakin kuat
motivasinya untuk melakukan fraud. Dengan demikian ada tiga unsur
penting yang terkandung dalam fraud, yaitu:
- Niat/kesengajaan
- Perbuatan
tidak jujur
- Keuntungan
yang merugikan pihak lain
Audit
investigasi mendahului forensik secara kontekstual, perlu ditingkatkan
pemahaman yang maknanya merupakan audit yang bersifat khusus utamanya yang
ditujukan untuk mengungkap kasus-kasus atau kecurangan maupun penyimpangan-penyimpangan
yang memiliki indikasi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Audit investigasi
merupakan kegiatan pengumpulan fakta dan bukti yang dapat diterima dalam sistim
hukum yang berlaku dengan tujuan untuk mengungkapkan terjadinya kecurangan/fraud
Tindak
pidana kecurangan semakin berkembang seiring dengan perkembangan inteligensia
frauder dan menyelaraskan dengan perkembangan ilmu dan teknologi informatika
modern digital elektronik. Sebagai contohnya adalah kecurangan dalam bentuk
pencucian uang/money laundering dan penggelapan asset. Tentunya dibutuhkan
peran lembaga yang mampu mengendus tindak kecurangan lebih dini dengan
menggunakan teknologi modern melalui sistem lembaga-lembaga keuangan untuk
menghentikan tindak pidana tersebut.
Frauder akan
berusaha mengamankan hasil kejahatannya antara lain dengan merekayasa,
menyamarkan dan menutupi/menyembunyikannya dari penegak hukum. Namun demikian,
auditor forensik harus menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang sudah
disamarkan atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya sehingga diperoleh
alat bukti yang handal dan memadai dalam rangka proses litigasi. Upaya
kamuflase hasil tindak pidana kecurangan bisa melalui money laundering maupun
penggelapan aset.
Merujuk pada
Undang Undang Nomor 15 tahun 2002 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 25
Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bahwa Pencucian
Uang/money laundering adalah “Perbuatan menempatkan, menstransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyampaikan, menitipkan, membawa keluar negeri,
menukarkan,atau perbuatan lainnya atas harta kekayaannya yang diketahui atau
patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan
yang sah.
Tindak
pidana tersebut melalui tiga proses yaitu penempatan/placement,
pelapisan/layering, dan Integrasi/integration. Tahap Penempatan/placement
merupakan upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana kedalam
sistem keuangan (finansial system) atau upaya menempatkan uang giral kembali
kedalam sistem perbankan (Bank, asel mahal, barang antik dan perhiasan). Tahap
pelapisan/layering merupakan upaya untuk menstransfer harta kekayaan yang
berasal dari tindak pidana/dirty money yang telah berhasil ditempatkan pada
penyedia jasa keuangan (bank) sebagai hasil usaha penempatan (placement) ke
penyedia jasa keuangan yang lain (menjual sekuritas yang lain). Tahap
Integrasi/Integration merupakan upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal
dari tindak pidana yang telah berhasil masuk dalam sistem keuangan melalui
penempatan atau transfer, sehingga seolah-olah menjadiharta kekayaan yang
halal/clean money untuk kegiatan bisnis yang halal.
Jadi
auditor
forensik dapat menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang sudah disamarkan
atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya yang salah satunya yaitu Money Laundering sehingga
diperoleh alat bukti yang handal dan memadai dalam rangka proses litigasi.
Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017
Komentar
Posting Komentar