Review Jurnal
Forensic Accounting and
Auditing United Again:
A Historical Perspective
O. Ronald Gray, University of West Florida
Stephanie D. Moussalli, University of West
Florida
Tinjauan Historis Bersatunya Kembali Akuntansi
Forensik dan Auditing
Jafar Shodiq
Abstrak: Paper ini
merupakan review historis dan komentar terhadap hubungan antara akuntansi
forensik dan auditing. Pada tahun-tahun pertama munculnya profesi akuntansi,
dimana temuan fraud diakui sebagai tujuan dasar dari audit keuangan, akuntansi
forensik merupakan bagian integral di bidang akuntansi. Namun beberapa dekade
selanjutnya dimana profesi akuntansi berupaya menjauhkan diri tanggungjawab
temuan fraud, akuntansi forensik digolongkan sebagai bagian kurang penting dari
profesi. Saat ini dengan terjadinya banyak kegagalan perusahaan dan terbitnya
Sarbanes-Oxley Act, akuntansi forensik disatukan kembali dengan profesi. Temuan
fraud diakui lagi sebagai salah satu tanggungjawab mendasar dari auditor dan
instrumen bagi akuntan forensik sudah dikembangkan lagi.
Review
Paper ini menyampaikan sejarah tentang
tanggung jawab atas deteksi fraud. Pada awal lahirnya profesi akuntansi di
Amerika, akuntan (auditor) memiliki tanggungjawab untuk dapat mendeteksi fraud.
Hal ini tercermin dari diakuinya fraud sebagai bagian integral dari akuntansi.
Namun setelah beberapa dekade berlalu, sebagian besar akuntan Amerika menolak
untuk bertanggungjawab atas deteksi fraud. Menurut para akuntan tersebut
tuntutan kepada akuntan tidak berdasar serta menambah kerumitan pada saat
dilakukannya pekerjaan audit terhadap laporan keuangan.
Namun, para pemangku kepentingan, kreditor
dan masyarakat yang berkepentingan tidak pernah setuju atas penolakan profesi
akuntansi kaitannya dengan tanggungjawab deteksi fraud. Pada saat itu
organisasi akuntan publik Amerika (AICPA) menghabiskan biaya jutaan dollar
serta menyita banyak waktu hanya untuk memikirkan jalan terbaik atas
permasalahan tanggungjawab deteksi fraud bagi akuntan publik.
Publik berpegang teguh pada keyakinannya
bahwa tanggung jawab utama dari auditor adalah menemukan fraud. Dalam
perjalanan berikutnya publik menang karena profesi akuntansi tidak dapat
mengelak dan menghindari tanggungjawab tersebut. Waktupun terus berlalu dan
saat ini auditor dituntut untuk menjadi detektor fraud sehingga mereka harus
menemukan kembali keahlian forensik yang hilang dan kembali menganut pemikiran
lama dimana fraud merupakan bagian integral dari akuntansi. Saat ini, akuntansi
forensik sedang booming dan akuntan forensik kembali bergelilat.
Secara umum, layanan akuntansi forensik
digunakan di dalam system yang legal. Layanan litigasi dan akuntansi
investigativ merupakan dua cabang utama dari akuntansi forensik. Namun Jack
Bologna editor dari Forensic Accounting Review, menggarisbawahi bahwa audit
fraud, akuntansi forensik, dukungan litigasi, akuntansi investigatif, dan
analisis penilaian sering digunakan istilahnya secara bergantian dengan maksud
yang sama. Apapun istilahnya tetaplah yang dimaksud adalah fraud. Apakah
professional sedang mengevalusi kebangkrutan bisnis, investigasi atas klilm
asuransi, mencari asset yang disembunyikan, atau menginvestigasi prosedur
pengakuan pendapatan, kekhawatiran akan fraud tetap menjadi perhatian utama
dari akuntan publik, sehingga akuntan publik memang diekspektasikan mampu mendeteksi
fraud.
Tanggungjawab deteksi fraud yang sekarang
ini sedang booming sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Pada awal abad ke 20
auditor memang sudah diekspektasikan sebagai pihak yang jelas mampu menemukan
fraud. Hal ini dapat dilihat dari buku yang ditulis oleh Lawrence Dicksee dan
Robert Montgomery pada tahun 1905 dan 1909 yang menulis bahwa objek dan scope
audit terdiri dari tiga item dan yang paling pertama adalah deteksi fraud.
Kemudian pada tahun 1918 beredar pamflet yang diterbitkan oleh LaSalle Extension
University yang berisi bahwa deteksi fraud merupakan salah satu fungsi yang
paling penting dari akuntan professional.
Waktu
terus berjalan dan pada akhir abad 20 pemikiran atas tanggungjawab
deteksi fraud oleh akuntan public berada pada titik nadir. Para auditor
berusaha melindungi diri dari kewajiban professional dengan mengeluarkan
keputusan yang meminimalisasi atau bahkan menolak tanggungjawab professional
atas temuan fraud. Pada pertengahan abad ke 20 keputusan dari otoritas profesi
akuntansi menghindari bahkan memperhalus istilah fraud diganti dengan kejadian
luar biasa.
Setelah terjadinya kegagalan audit yang
terjadi terus menerus selama 50 tahun, telah mendesak pergantian paradigma
dalam akuntansi. Pada pertengahan abad 20 peneliti dari Harvard bernama R. Gene
Brown sebenarnya telah memprediksi akan terjadinya perubahan paradigma tersebut
dimana bisa dilihat dalam tulisannya di Accounting Review pada tahun 1962 yang
intinya adalah tanggungjawab umum auditor untuk melakukan deteksi atas penyalahgunaan
wewenang dan kesalahan akan diterima kembali. Hal ini akan disatukan kembali
sebagai bagian dari yang terintegral dari tujuan audit.
Saat itu selama lebih dari satu dekade,
pendapat yang disampaikan R. Gene Brown tidak ada yang setuju sampai AICPA
menyusun Cohen Commision untuk mempelajari tanggungjawab auditor dan gap antara
performa auditor dengan harapan dari pengguna laporan keuangan. Komisi tersebut
mengusulkan pendekatan yang hati-hati atas topik sentral dari fraud yang
kemudian di susun ke dalam empat halaman pertama.
Dengan adanya kasus Enron, WorldCom dan
kegagalan radikal bisnis lainnya yang membuat publik menjerit dan jengkel,
profesi akuntan sedikit terlambat dalam mengakui pentingnya fraud. Sebagai
hasilnya profesi akuntansi tidak lagi bisa menentukan nasibnya sendiri. Kongres
Amerika mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act pada tahun 2002 yang menghilangkan
kekuasaan profesi akuntansi dalam mengurus dirinya sendiri dan untuk mengatur
standarnya sendiri.
Berkaca pada kasus Enron, Tyco, Worldcom,
HealthSouth, dan bencana parah lainnya, saat ini auditor dituntut menemukan
fraud dan mereka mulai sependapat dengan apa yang dikatakan dulu oleh Dicksee
dan Montgomery seratus tahun yang lalu. Akhir-akhir ini banyak pihak mengakui
bahwa pekerjaan auditor dan akuntan forensic itu merupakan pekerjaan yang
sejenis. Imbasnya, literature dari para professional banyak berkaitan dengan
auditor dan akuntan forensic.
Saat ini temuan fraud sudah diakui sebagai
tujuan mendasar dari audit sebagaimana dulu yang pernah dikatakan oleh Robert
Montgomery. Akan tetapi perlu disadari bahwa auditor bukanlah penjamin laporan
keuangan. Auditor secara realistis mengakui bahwa forensic audit akan memakan
biaya mahal dan membutuhkan tambahan waktu yang panjang serta tidak 100%
efektif dalam menemukan semua kejadian fraud.
Yang perlu disadari tentang posisi profesi
adalah auditor harus netral namun tetap memiliki professional scepticism. Pada
dasarnya manajemen diasumsikan adalah pihak yang jujur kecuali ditemukan bukti
sebaliknya. Untuk dapat menemukan fraud auditor harus menata mainset dan
menerima pandangan bahwa manejemen adalah pihak yang memiliki kemampuan dan kemauan
untuk melakukan apapun yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuannya.
Pada tahun 2000 diskusi panel tentang
efektivitas audit (diselenggarakan oleh PCAOB) menerbitkan laporan yang
ditujukan untuk auditor tentang netralitas dan professional scepticism serta
asumsi kemungkinan akan ketidakjujuran dari manajemen meliputi kolusi, tumpang
tindih pengendalian internal, dan manipulasi dokumen. Pada saat mayoritas dari
manajemen barangkali sudah jujur masih memungkinkan ditemukan bukti sebaliknya.
Pengguna laporan keuangan sering tidak puas ketika auditor mengasumsikan bahwa
managemen sudah jujur. Public mengharapkan kinerja terbaik dari auditor dengan
tingkat kewaspadaan tinggi yang sering disebut dengan istilah percaya namun
teliti.
Auditor harus ingat bahwa mereka bukanlah
pengacara dari entitas yang menerbitkan laporan. Yang perlu diperhatikan adalah
entitas yang menerbitkan laporan bukanlah klien mereka, meskipun mereka
dijanjikan kompensasi oleh entitas yang menerbitkan laporan. Independensi
auditor berfungsi sebagai perwakilan dari pemegang saham yang tidak hadir yang
mengandalkan laporan keuangan yang menjadi panduan dalam proses pengambilan
keputusan. Pemegang saham saat ini, calon pemegang saham, dan kreditor adalah
klien yang sesungguhnya. Namun sering terjadi auditor menganggap bahwa
managemen adalah pihak yang diakomodir dan dibuat senang karena pemegang saham
yang tidak hadir tidak bisa ditempat perusahaan, tidak berada di ruang rapat,
tidak mengajak makan siang, makan malam, atau main golf dengan auditor.
Pemegang saham juga tidak memiliki daya tarik yang menguntungkan di masa yang
akan datang. Imbasnya auditor sering tergoda dengan ajakan manajemen sebagai
klien dan dianggap sebagai bagian dari tim manajemen. Ini merupakan jebakan
bagi independensi dan objektivitas para professional. Auditor seharusnya bukan
merupakan bagian dari tim manajemen karena bisa merusak fungsi mereka sebagai
pelindung dari pemegang saham yang tidak dapat hadir.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut
Sarbanes Oxley Act (SOX) ikut turun tangan dalam melakukan pengendalian
internal. SOX mewajibkan perusahaan untuk memperhatikan pengendalian internal
dengan seksama agar dapat mengantisipasi kecurangan laporan keuangan dan
memperbaharui tingkat kepercayaan dalam system pelaporan keuangan. SOX memiliki sejumlah konsekuensi yang
sebenarnya tidak diharapkan. Pertama SOX melahirkan batasan minimum investasi
dalam pengendalian internal. Kedua perusahaan ditambahi beban kewajiban
sehingga perusahaan kecil lebih memilih untuk tetap menjadi perusahaan pribadi
dan yang sudah menjadi perusahaan pribadi memilih tetap, karena jika ingin
menjadi perusahaan publik harus menghadapi aturan SOX mereka lebih senang
menghindari SOX. Ketiga batasan pengendalian internal tidak bisa jika terlalu
ditekankan karena beberapa fraud tidak menimbulkan kerusakan besar. Dengan
semakin ketatnya permintaan pengendalian internal oleh SOX dan apa yang menjadi
harapan terhadap auditor akan temuan fraud akan berlanjut. Namun hal ini
merupakan sesuatu yang tidak realilstis. Para eksekutif perusahaan menghadapi
tekanan yang tidak henti-hentinya untuk membuat proyeksi, penganggaran, atau
bahkan rintangan. Penghasilan para eksekutif perusahaan berkaitan langsung
dengan kinerja yang dilaporkan, maka dari itu akan selalu ada motifasi untuk
melakukan fraud dan laporan keuangan yang disesatkan. Oleh sebab itu sudah
semestinya kita tidak kaget apabila suatu saat ditemukan fraud meskipun opini
wajar tanpa pengecualian dari laporan keuangan diterbitkan. Hal ini bukan
berarti auditor tidak memiliki bukti yang cukup dan kompeten, ceroboh, atau
tidak jujur.
Setelah beberapa dekade penolakan dan protes
tentang ketidakmampuan, saat ini auditor sudah selaknya memunculkan fraud
sebagai salah satu hal yang dibutuhkan. Jika profesi tidak merespon tantangan
tersebut, maka hal ini akan menimbulkan pertanyaan tentang keberadaan dan peran
professional. Public tidak akan memberikan toleransi seperti kasus Enron dan
WorldCom. Perubahan yang dilakukan oleh kongres merupakan kejadian yang tidak
mengenakkan bagi profesi akuntansi.
Dengan memberikan mandat kepada auditor
berupa temuan fraud akan timbul konsekuensi yang dapat diprediksi baik
diinginkan maupun tidak yaitu biaya audit akan meningkat. Peningkatan biaya
audit akan memicu keengganan perusahaan untuk menggunakan jasa audit. Biaya
meningkat karena auditor dituntut untuk menjalankan prosedur audit dengan scope
yang lebih luas dan berbiaya lebih tinggi untuk memenuhi harapan ditemukannya
fraud.
Sisi positif dengan mengakui tanggungjawab
deteksi fraud dan lebih agresif dalam mengaudit serta lebih skeptis dalam
prosedur audit telah menghapus kemungkinan terjadi fraud. Permintaan untuk
mengantisipasi fraud saat ini semakin meningkat. Hal ini akan membantu
meningkatkan kredibilitas dari proses pelaporan keuangan. Kredibilitas public
merupakan sesuatu hal yang sangat sensitive dan sangat mudah sekali dirusak
oleh fraud namun memakan waktu lama untuk mengembalikan ke keadaan semula.
Bagaimanapun juga harga saham perusahaan akan jatuh jika auditornya terlibat
dalam permasalahan hukum terutama permasalahan hukum yang mengandung
kemungkinan fraud. Maka dari itu public sangat mendesak untuk dilakukan deteksi
fraud. Keuntungan lain dari bangkitnya deteksi
fraud adalah nilai tambah dari pekerjaan audit. Pada akhirnya profesi telah
menemukan jati dirinya. Setelah membuang akuntansi forensik dari rumah asalnya
dalam auditing seratus tahun yang lalu saat ini keadaan telah berubah dimana
auditor menariknya kembali. Sekarang ini kita semua adalah detektor fraud.
Kesimpulan
Setelah membaca paper ini kita sebagai
auditor tentu menyadari bahwa sekarang ini auditor dituntut untuk mampu
mendeteksi terjadinya fraud. Dari perspektif historis yang telah diuraikan kita
menjadi paham bahwa sejarah akan berulang. Keadaan atau iklim di dunia auditing
akan selalu berubah dari hari ke hari. Paper yang ditulis oleh O. Ronald Gray
dan Stepahanie D. Moussalli tersebut berguna untuk kita agar senantiasa
menyadari bahwa perubahan itu pasti terjadi sehingga sebagai auditor kita dapat
mengambil langkah yang tepat menyesuaikan situasi dan kondisi. Namun paper
tersebut tidak menjelaskan secara jelas apa yang dimaksud dengan akuntansi
forensic. Uraian yang disampaikan terkesan berbelit-belit dan tidak langsung
menuju ke point yang dimaksud. Ke depan semoga asosiasi auditor lebih mawas
diri terhadap lingkungan profesionalnya sehingga kejadian campur tangan oleh
kongres tidak perlu terulang kembali karena dengan adanya campur tangan kongres
(dengan terbitnya Sarbanes-Oxley Act) mencerminkan ketidakmampuan asosiasi
profesi akuntansi mengatur diri mereka sendiri.
Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017
Komentar
Posting Komentar