Langsung ke konten utama
TANGGUNG JAWAB PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN FRAUD
Ali Riza
riza.incorp@gmail.com
Universitas Islam Indonesia

            Fraud dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan cara yang cenderung semakin canggih seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin kompleksnya aktivitas bisnis. Bagaimana pencegahan fraud harus dilakukan untuk menghadapi kondisi tersebut ? Banyak upaya telah dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan unsur-unsur dari suatu program pencegahan fraud yang efektif.

Peran Komite Audit
            Badan yang dibentuk oleh organisasi-organisasi auditing profesional seperti American Institute of CPAs, Institute of Internal Auditor, dan National Association of Accountants, yang dikenal dengan nama Treadway Commission, mengeluarkan rekomendasi mengenai Komite Audit yang ditujukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraud dalam laporan keuangan, yaitu :
1.   Komite audit independen (mandatory independent audit committee) menggunakan direktur dari luar organisasi.
2.      Piagam tertulis (written charter) yang menetapkan tugas dan tanggung jawab komite audit.
3.    Komite audit harus mempunyai suber daya dan wewenang yang memadai untuk mengemban tanggung jawab.
4.      Komite audit harus memperoleh semua informasi tentang organisasi, waspada dan efektif.

Pernyataan Standar Audit (SAS) No. 82
            Pada tahun 1997 profesi auditor memperluas tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan dan tindak pidana ilegal dengan menerbitkan SAS No. 82 yang menyatakan secara jelas bahwa mendeteksi material misstatement in financial statements merupakan masalah pokok dalam pemeriksaan. Petunjuk SAS 82 ini dianggap memadai dalam situasi tertentu, tapi jelas tidak cukup dalam kondisi lain. Kesulitan terutama disebabkan pemeriksaan pada dasarnya melakukan penilaian (sesuai standar pemeriksaan) untuk memberikan opini apakah laporan keuangan telah disusun sesuai prinsip akuntansi yang diterapkan secara konsisten, mendeteksi akan lebih sulit lagi jika kecurangan dihasilkan dari kolusi atau akibat manajemen mengenyampingkan pengendalian internal.
            Secara umum auditor internal lebih concern denga kecurangan yang dilakukan oleh pegawai daripada kecurangan manajemen atau dari luar/external fraud. Setelah kasus mega skandal Enron, auditor baik internal maupun eksternal dipaksa untuk mengembangkan teknik pemeriksaan terhadap kecurangan. Salah satu gagasan yang dilemparkan oleh Panel on Audit Effectiveness dari AICPA adalah auditor hendaknya melaksanakan sejenis pemeriksaan forensik dalam setiap auditnya untuk meningkatkan prospek dalam mendeteksi kecurangan.
            Panel menyarankan untuk melakukan tes detail atau prosedur substantif secara akurat, dengan tidak menyandarkan diri terhadap tes pengendalian, selain itu karena perubahan untuk lebih menjaga sikap skeptisisme tetapkan tes sendiri dengan tidak menggunakan hasil tes internal auditor atau lakukan penilaian tes oleh internal auditor. Panel juga menyarankan memasukkan unsur dadakan (surprise) atau tidak tidak terduga dalam tes audit.

Pernyataan Standar Audit (SAS) No. 99
            SAS 99 Consideration of Fraud in Financial Statement Audit menekankan perlunya pemeriksa menerapkan professional skepticism dan mengidentifikasi risiko kecurangan dengan :
·         Melakukan brainstorming
·         Bertanya kepada manajemen
·         Melakukan prosedur analitis
SAS 99 juga menekankan perlunya menaksir risiko kecurangan setelah evaluasi seluruh program/pengendalian dan menyesuaikan prosedur pemeriksaan dengan temuan/evaluasi.
            Laporan keuangan menyesatkan karena kesalahan dan kecurangan fraud dengan kemungkinan penyebabnya adalah :
·       Kesalahan - salah saji karena tidak sengaja atau tidak menyajikan jumlah angka tertentu atau kurang memadai penjelasan laporan keuangan.
·         Kecurangan – dengan senagaja salah menyajikan dengan maksud menyesatkan pengguna laporan.
·         Penggelapan aset – pencurian aset perusahaan yang akibatnya belum tercermin dalam laporan keuangan.
Dengan melakukan usaha secara sadar mendeteksi kecurangan, muncul persepsi dalam perusahaan bahwa setiap kecurangan memiliki kemungkinan besar untuk terungkap sehingga hal ini sekaligus berperan sebagai penangkal kecurangan.
Dalam hal pendetiksaan kecurangan, peran internal auditor meliputi tiga dimensi :
1.    Perencanaan : belajar mengenai gejala atau indikator kecurangan (disebut red flag of fraud ) dengan analisa sebab dan akibat.
2.     Pemeriksaan : menidentifikasi dan verifikasi indikasi kecurangan untuk mengetahui sebab dan akibatnya.
3.     Pelaporan : kerja sama dengan senior manajemen untuk menindaklanjuti kecurigaan terhadap kecurangan dan memperoleh keyakinan bahwa laporan disusun secara konsisten dan hukuman dijatuhkan sesuai dengan tindakannya.

            Peran utama internal auditor adalah mempelajari, mengenali dan mendeteksi kemungkinan kecurangan secara efektif. Hal ini dicapai dengan pelatihan dan pemahaman atas gejala atau indikasi kecurangan dalam berbagai proses bisnis, kemudian mendisain langkah-langkah pemeriksaan kecurangan dan diikuti tes lanjutan atas kelemahan pengendalian preventif.

DAFTAR PUSTAKA
Fraud Examiners Manual, 3rd Edition, Association of Certified Fraud Examiners, Inc., Austin, 2013
Management Anti Fraud Programs and Controls, download dari ACFE Website :
Pelatihan Fraud Auditing, LPFA, Jakarta, 2013


Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta

2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani