Langsung ke konten utama

Audit Berbasis Risiko Pada Sistem Pengendalian Risiko Kredit Bank

Dalam dunia perbankan, risiko kredit bank sudah menjadi risiko bank yang paling signifikan karena kredit merupakan salah satu operasional utama bank. Melekatnya risiko tersebut pada perusahaan perbankan, maka diperlukan adanya sistem pengendalian risiko kredit untuk setidaknya meminimalkan risiko yang harus dihadapi oleh perusahaan perbankan. Semakin bersaingnya perusahaan perbankan dan tingkat kompleksitas yang tinggi menyebabkan meningkat pula sistem pengendalian risiko agar dapat memenangkan persaingan pada perusahaan perbankan. Audit telah mencakup lingkupan yang lebih luas dari sebelumnya. Saat ini peran audit mencakup audit keuangan, audit kepatuhan, dan audit berbasis risiko. Dengan adanya audit berbasis risiko, perusahaan perbankan dituntut untuk melaksanakan audit tersebut karena audit berbasis risiko fokus pada risiko-risiko yang dihadapi oleh bank dimana risiko itu pasti dialami oleh perusahaan perbankan. Untuk menganalisis risiko, maka langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah:

1. Menganalisis situasional, dimana dilakukan observasi lapangan atau studi kasus untuk mengetahui keadan awal yang sebenarnya.
2. Formula permasalahan, dimana dilakukan penyusunan dan menemukan permasalahan yang ada di lapangan.
3. Analisis Risiko Kredit, dimana dilakukan analisis risiko-risiko kredit yang mungkin muncul dari yang sangat berpotensi hingga yang tidak berpotensi.
4. Faktor yang mempengaruhi risiko kredit, dimana dilakukan analisis hal-hal apa saja yang dapat memunculkan risiko-risiko kredit.
5. Perumusan strategi kebijakan pengendalian risiko kredit, dimana dilakukan penyusunan strategi dan kebijakan yang akan digunakan untuk meminimalkan risiko kredit yang muncul.
6. Prioritas strategi kebijakan, dimana dilakukan penyesuaian terhadap strategi dan kebijakan yang telah dibuat agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
7. Kajian sistem pengendalian risiko kredit, dimana dilakukan test dan error mengenai pengendalian yang telah dibuat.
8. Rekomendasi kebijakan, dimana kebijakan atas sistem pengendalian risiko yang telah diuji direkomendasikan kepada pemakai sistem tersebut. Dengan adanya langkah-langkah tersebut diharapkan perusahaan perbankan dapat menghasilkan strategi untuk meningkatkan pengendalian risiko kredit. Untuk mengantisipasi risiko kredit yang terlalu besar, terdapat empat komponen dasar yang dapat dilakukan manajemen. Yang pertama adalah meningkatkan kompetensi karyawan tentang pengetahuan perkreditan yang berkaitan dengan capital, character, capacity, colleteral, dan conditionYang kedua adalah kemampuan karyawan untuk melakukan proses identifikasi risiko kredit agar dapat mengelola kualitas kredit. Yang ketiga adalah meningkatkan kemampuan supervisi atasan kepada bawahannya sebagai sarana kontrol dan monitoring. Yang keempat adalah ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan yang telah disepakati yaitu aturan internal maupun ekternal (Bank Indonesia). Sistem pengendalian risiko kredit dilakukan dengan menyusun Risk Control Matrix (RCM) oleh auditor internal yang merupakan perangkat yang digunakan untuk memperoleh profil pengendalian internal. Auditor internal kemudian menyusun perencanaan audit sebagai pihak yang independen untuk menilai kecukupan sistem pengendalian risiko kredit. Setelah siapa dilakukan audit, auditor melakukan pengujian setiap kontrol pada setiap proses bisnis, dengan didukung oleh IT pendukung melalui Information & Communication Technology (ICT). Kemudian auditor internal melakukan penyusunan laporan audit yang dapat menjelaskan tujuan dan cakupan audit, temuan-temuan audit, rekomendasi, serta tanggapan dari pihak-pihak yang diperiksa (auditee). Perlu diperhatikan pula adanya temuantemuan yang mempunyai unsur fraud memerlukan perhatian khusus dari manajemen untuk segera melakukan langkah-langkah perbaikan.

Sumber:
Singgih, HC Royke, Eriyanto, Heny K. Daryanto, Dedi Budiman Hakim. 2012. Kajian Sistem Pengendalian Risiko Kredit Dalam Pelaksanaan Audit Berbasis Risiko (Kasus Pada Kantor Cabang Bank). Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 9 No. 1 Maret 2012.


Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani