Langsung ke konten utama
Ini 43 Amanat Peraturan OJK dari UU Perasuransian Diperkirakan akan dituangkan ke dalam 10 sampai 12 peraturan oleh OJK.


Pemerintah bersama DPR telah mengesahkan RUU Perasuransian menjadi UU.Beleidtersebut dibalut ke dalam UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Dalam UU itu, terdapat 43 amanat kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membuat peraturan. Seluruh amanat tersebut telah ditelusuri oleh OJK. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani mengatakan, dari 43 amanat tersebut, OJK akan menuangkan ke dalam 10 sampai 12 peraturan. Alasannya, karena ada klausul-klausul yang bisa disatukan ke dalam sebuah peraturan. “Amanat UU Asuransi kan banyak, ada 43 amanat dan akan kita tuangkan ke dalam 10-12 peraturan
OJK,” kata Firdaus di Jakarta, Selasa (6/1). Ia mengatakan, seluruh amanat tersebut merupakan kewajiban yang harus dilakukan OJK. Atas dasar itu, pembuatan peraturan yang terkait dengan amanat tersebut akan menjadi agenda OJK di tahun 2015. Tak tanggung-tanggung, Firdaus menargetkan seluruh peraturan tersebut akan selesai pada tahun ini. “Mungkin target kita satu tahun selesai,” katanya. Dari penelusuran hukumonline, memang terdapat sejumlah amanat bagi OJK untuk membuat peraturan dari UU Perasuransian. Misalnya, mengenai perluasan ruang lingkup usaha asuransi umum, usaha asuransi jiwa, usaha asuransi umum syariah dan usaha asuransi jiwa syariah.


Amanat lainnya terkait dengan persyaratan dan tata cara perizinan usaha perasuransian. Mengenai bentuk dan tata cara pelaporan perusahaan asuransi kepada OJK. Tata kelola perusahaan asuransi, dan syarat serta tata cara penilaian kemampuan dan kepatutan untuk anggota direksi, dewan komisaris, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal dan pengendali. Amanat yang lain adanya kriteria pengendali bagi perusahaan asuransi, baik yang konvensional mauupun syariah dan perusahaan reasuransi yang konvensional dan syariah. Masing-masing perusahaan tersebut wajib memiliki paling sedikit satu pengendali. Masih berkaitan dengan pengendali juga diamanatkan untuk dibuatnya peraturan OJK mengenai syarat dan tata cara memperoleh persetujuan berhenti sebagai pengendali. Selain itu, juga terdapat amanat untuk dibuatnya peraturan mengenai pemegang saham pengendali.

Dalam UU Perasuransian, OJK juga diamanatkan untuk membuat peraturan mengenai jenis, jumlah dan persyaratan tenaga ahli dan aktuaris dalam setiap perusahaan asuransi dan reasuransi. Kemudian,OJK juga diamanatkan untuk membuat peraturan agar perusahaan asuransi dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka memperoleh bisnis atau melaksanakan sebagian
fungsi usahanya. Amanat yang lain adalah dibuatnya peraturan mengenai kesehatan keuangan dan metode mitigasi risiko. OJK juga diamanatkan untuk membuat peraturan mengenai dana jaminan bagi perusahaan asuransi dan reasuransi. Bukan hanya itu, OJK juga diamanatkan untuk membuat peraturan mengenai pemisahan kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi dan reasuransi serta investasi kekayaan pemegang polis, tertanggung atau peserta.

Kemudian, OJK juga diamanatkan untuk membuat peraturan yang mewajibkan perusahaan perasuransian dalam menyampaikan laporan, informasi, data dan atau dokumen melalaui sistem data elektronik kepada OJK. Otoritas juga diamanatkan untuk membuat peraturan mengenai penutupan objek asuransi. Amanat lainnya adalah adanya peraturan OJK mengenai standar perilaku usaha perusahaan perasuransian. Persyaratan dan tata cara pendaftaran pialang asuransi, pialang reasuransi dan agen asuransi. Peraturan mengenai penanganan klaim dan keluhan melalui proses yang cepat, sederhana, mudah diakses dan adil.

Selain itu, OJK juga diamanatkan untuk membuat peraturan mengenai penerapan kebijakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme bagi perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah dan perusahaan pialang asuransi. Bukan hanya itu, OJK juga diamanatkan untuk membuat peraturan mengenai tata kelola perusahaan perasuransian yang berbentuk koperasi dan usaha bersama (http://www.hukumonline.com ; diakses tanggal 01 Maret 2017) Dari artikel di atas, OJK membuat peraturan untuk kesehatan keuangan dan metode mitigasi resiko. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian mengatur bahwa Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah wajib mematuhi ketentuan mengenai kesehatan keuangan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam menjaga kesehatan keuangan adalah penerapan mitigasi risiko Penerapan mitigasi risiko dapat dilakukan dengan beberapa hal yaitu dengan cara menetapkan retensi sendiri berdasarkan pada profil risiko dan kerugian (risk and loss profile) yang dibuat secara tertib, teratur, relevan, dan akurat dan menerapkan strategi program reasuransi agar memiliki kapasitas yang cukup untuk memenuhi liabilitas. Dalam rangka menjalankan tujuan dimaksud, OJK telah diberikan amanat untuk melakukan pengaturan mengenai retensi sendiri dan dukungan reasuransi dalam negeri. Oleh karena itu Peraturan OJK ini diharapkan dapat memberikan pedoman bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah dalam menerapkan retensi sendiri dan strategi dukungan reasuransi dalam rangka optimalisasi pemanfaatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah (http://www.ojk.go.id ; diakses tanggal 01 Maret 2017)
Referensi:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54abb38f58347/ini-43-amanat-peraturan-ojk-dari-uuperasuransian
http://www.ojk.go.id/id/regulasi/otoritas-jasa-keuangan/peraturan-ojk/Documents/Pages/POJKRetensi-Sendiri-dan-Dukungan-Reasuransi-DalamNegeri/Penjelasan%20POJK%20Retensi%20Sendiri%20-%20FINAL.pdf


Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani