Langsung ke konten utama
PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR PAJAK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PROFESIONAL
Jafar Shodiq
jafar.shodiq2@gmail.com

Kesiapan aparatur pajak atas perubahan manajemen ataupun struktur organisasi pajak, membutuhkan kompetensi dan profesionalitas yang handal. Kompetensi dan profesionalitas aparatur pajak dalam organisasi harus dapat dioptimalkan melalui pelatihan dan pengembangan yang berbasis kompetensi. Dalam istilah umum, organisasi pajak harus tepat dalam menempatkan “The Right Man on The Right Place.” Hal ini memberikan dampak yang positif ketika aparatur pajak yang kompeten mampu membawa keberhasilan pribadinya pada peningkatan kinerja organisasi. Pengembangan manusia dalam organisasi memberikan kualitas dan kemampuan kerja yang akan berdampak pada peningkatan kinerja organisasi pajak.

Seperti telah diketahui masyarakat luas, pemerintah Indonesia berencana akan mengubah bentuk organisasi pajak dari Direktorat (Setara Eselon I) menjadi Badan yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden. Perubahan manajemen ataupun struktur organisasi pajak, menuntut kesiapan aparatur pajak atas perubahan tersebut. Di dalam perubahan tersebut membutuhkan aparatur yang bukan hanya sebagai penonton yang pasif melainkan mereka sebagai penggerak perubahan perpajakan yang ada, yaitu menjadi aparatur yang profesional dan berkompeten sesuai tuntutan perubahan, termasuk di dalamnya sebagai aparatur pelayan masyarakat/ publik yang prima dan berkompeten. Namun, perubahan manajemen dan restrukturisasi tidak akan membawa hasil yang optimal tanpa disertai adanya budaya yang kondusif terhadap perubahan tersebut.

Keberhasilan Direktorat Jenderal Pajak yang kelak akan menjadi Badan Penerimaan Pajak ditentukan dari kualitas orang-orang yang berada di dalamnya, yang selalu bekerja secara optimal, dimana kinerja aparatur dalam berkarya yang mempunyai prestasi tentunya mempunyai nilai lebih bila dibandingkan dengan aparatur yang lain. Nilai lebih tersebut adalah pengetahuan dalam memahami permasalahan kemudian mampu merumuskan dengan strategi yang tepat. Dengan pengembangan SDM berbasis kompetensilah yang akan mempertinggi produktivitas aparatur pajak, sehingga kualitas kerja pun lebih tinggi dan berujung pada keuntungan organisasi. Pengembangan berbasis kompetensi dilakukan agar dapat memberikan hasil sesuai dengan tujuan dan sasaran DJP, dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kinerja individu dalam organisasi merupakan jalan dalam meningkatkan poduktivitas organisasi itu sendiri.

Sumber daya manusia merupakan aset dalam segala aspek pengelolaan terutama yang menyangkut eksistensi organisasi. Secara definisi, sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian dari organisasi yang turut serta menjalankan aktivitas organisasi.

Dengan pemikiran yang sistematis, aparatur pajak dapat menciptakan sikap profesionalisme yang mendasarkan pada hal tiga yaitu bekerja dengan teori,  keahlian, dan sikap mental positif. Untuk selalu dituntut untuk menjadi ahli dalam bidangnya maka semua kesulitan akan mudah. Banyak kekeliruan dalam melakukan pekerjaan profesional hanya karena salah dalam melihat cara pandang. SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka.

Kompetensi adalah keterampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Keterampilan-keterampilan ini adalah kompetensi dan mencerminkan kemampuan potensial untuk melakukan sesuatu. Kompetensi mencakup keaktifan untuk melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif. Seorang aparatur mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak menterjemahkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif maka kepandaian itu tidak berguna. Jadi, kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan, namun menerjemahkan pengetahuan yang dimiliki melalui tindakan nyata.

Umumnya kompetensi dapat dipahami sebagai sebuah campuran antara ketrampilan (skill), pengetahuan (knowledge) dan atribut personal yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior). Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni soft competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Tipe kompetensi yang kedua sering disebut hard competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni.

Untuk menjawab kebutuhan SDM yang memiliki kompetensi, perlu dilakukan pelatihan dan pengembangan. Pelatihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan aparatur. Pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan. Tetapi apabila dilihat dari sasarannya, pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.

Berdasarkan hal-hal di atas maka pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia memberikan dampak yang baik terhadap kinerja pegawai tersebut sebagai individu. Hal ini jelas akan membawa peningkatan terhadap kinerja organisasi apabila pelatihan dan pengembangan pegawai dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Pengembangan SDM dirasakan sangat penting karena tuntutan pekerjaan yang sangat kompleks akibat kemajuan teknologi dan kompetisi diantara berbagai organisasi sangat membutuhkan pengembangan pegawai yang baik.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kinerja organisasi diperoleh dari pengelolaan berbagai tujuan, sasaran dan pengembangan sumber daya manusia dalam rangka mencapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Peran pimpinan dalam hal ini sangat dominan. Sejauh mana pimpinan menyadari SDM organisasinya untuk berkembang, maka pimpinan tersebut memiliki kewenangan untuk mewujudkan pengembangan SDM melalui berbagai kegiatan pengembangan dan pelatihan sesuai dengan masing-masing kompetensi yang dimiliki pegawainya.

Apabila daya dukung organisasi sudah dapat berjalan bak maka pengembangan sumberdaya manusia berbasis kompetensi akan dapat memberikan dampak baik bagi peningkatan kinerja organisasi. Hal ini terjadi karena sumberdaya manusia yang berkembang secara kompeten dan dengan profesionalisme tinggi merupakan suatu kondisi dimana seluruh elemen internal organisasi siap untuk bekerja dengan mengandalkan kualitas diri dan kemampuan yang baik. Pada level tertentu dimana kondisi di atas sudah mampu tercipta dalam suatu organisasi maka kinerja individu organisasi menjadi cerminan bagi kinerja organisasi. Terdapat banyak tantangan dalam menciptakan situasi kondusif bagi organisasi untuk meningkatkan kinerjanya dan pengembangan SDM merupakan salah satu hal yang layak diperhatikan. Organisasi yang menghendaki kinerja yang optimal dibutuhkan pula konsistensi dari manajemen mengenai pengelolaan pegawai yang baik dan proporsional serta menciptakan hubungan kerja yang efektif.

Pengembangan aparatur pajak yang berbasis kompetensi dan profesionalitas dapat membantu DJP untuk memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan handal dalam bekerja. Melalui berbagai kegiatan pengembangan dan pelatihan, kompetensi aparatur pajak akan lebih optimal dan berujung pada meningkatnya kinerja DJP melalui penjabaran serta operasionalisasi visi dan misinya.

Referensi:
Hasibuan,Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Kamus Kompetensi Jabatan Kementerian Keuangan RI
Dea Irnita Maharani, SE. dan Dr. Ahyar Yuniawan, SE., MSi. 2011.”Pengaruh Budaya Organisasi Dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Studi Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Di Kota Semarang”. Jurnal Manajemen Bisnis, ISSN. 2088-7086,Vol.I No.1, September 2011
Dwiyanto,  Agus,  2011, Mengembalikan  Kepercayaan Publik  Melalui  Reformasi  Birokrasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Mardiasmo, Perpajakan (Edisi Revisi 2009). Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Moeljono,  Djokosantoso.  2003. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo


Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani