Mitigasi
Resiko Kejahatan Perbankan
Jafar Shodiq
Semakin canggih teknologi, semakin terbuka pula
peluang melakukan tindak kejahatan. Termasuk di sektor keuangan dan perbankan.
Bagi dunia perbankan, kasus pembobolan bank adalah bagian dari risiko
operasional bank. Di dalam negeri, ada beberapa kasus kejahatan pembobolan bank
yang cukup menarik perhatian dan menghebohkan. Berikut 5 (lima) kasus
pembobolan terheboh di Indonesia:
1.
Kasus BLBI
Salah satu kasus kejahatan perbankan yang paling
menghebohkan sepanjang sejarah bangsa ini adalah kasus Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia atau yang lebih dikenal dengan BLBI. Meskipun kebijakan ini keluar
sekitar tahun 1998, kasusnya kini mulai menarik perhatian Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Satu per satu aktor yang berkaitan dengan kebijakan itu, mulai
diperiksa KPK. BLBI sejatinya adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan
Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat
terjadinya krisis moneter 1998. Setidaknya, telah terkucur bantuan likuiditas
sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Namun, ternyata dana tersebut dibawa
kabur oleh beberapa pemilik bank. Audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh
ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp
138 triliun.
2.
Kasus Century
Kasus lain yang cukup menghebohkan dunia perbankan
adalah Kasus Century yang hingga kini tak jelas ujung permasalahan dan
penyelesaiannya. Terlebih setelah kasus ini disangkutpautkan dengan sisi
politis. Kasus ini disebut-sebut sebagai perampokan besar-besaran uang negara
oleh segelintir orang. Kasus Century bermula dari kebijakan pemerintah dan Bank
Indonesia yang mengucurkan bailout untuk Bank Century pada sekitar 2008.
Nilainya mencapai Rp 6,7 triliun. Dalihnya, menyelamatkan sektor perbankan
nasional dari gejolak krisis moneter yang tengah melanda dunia. Kasus yang
menyeret nama mantan menteri keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono
ini masih terus diselidiki. Kini bola panas berada di tangan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
3.
Kasus Citybank
Belum lepas dari ingatan kita bagaimana lihainya
pelaku pembobolan Citibank berhasil menyedot dana hingga Rp 17 miliar.
Kejahatan perbankan ini dilakukan oleh orang dalam, yakni oleh Senior Manager
Citibank Malinda Dee. Kasus ini mulai terungkap pada 2011. Malinda melakukan
penggelapan uang nasabah dengan cara mentransfer uang tersebut ke sebuah
perusahaan dirinya serta dibantu oleh seorang Teller. Perusahaan yang menampung
dana dari hasil penggelapan uang tersebut adalah milik Malinda Dee. Polisi
menjerat para pelaku dengan Pasal 49 ayat 1 dan 2 UU No. 7 tahun 1992
sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan atau Pasal
6 UU no 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25 tahun 2003 sebagaimana
diubah dengan UU No. 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
4.
Kasus Bank Mega
Kasus pembobolan bank yang juga menarik perhatian
adalah raibnya dana Rp 111 miliar milik PT Elnusa di Bank Mega. Elnusa akhirnya
memenangkan gugatan terhadap Bank Mega atas dugaan pembobolan dana nasabah
deposito sebesar Rp 111 miliar yang dilakukan enam tersangka yang juga karyawan
perusahaan Bank Mega dan Elnusa. Sejak kasus pembobolan dana nasabah Bank Mega
mencuat, bank sentral telah menjatuhkan beberapa hukuman terhadap Bank Mega,
yaitu melarang bank milik Chairul Tanjung tersebut membuka produk deposito on
call atau sejenisnya. Bank Mega juga dilarang membuka kantor cabang baru.
5.
Kasus Bak Bali
Bank Bali mempunyai tagihan atas nama, di antaranya
kepada PT Bank Umum Nasional (BUN) dan PT Bank Dagang Nasional Indonesia
(BDNI), yang semuanya berstatus Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sehingga
ditutup oleh Bank Indonesia (BI) dan diserahkan kepada Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN). Tim pengelola BB menemukan suatu perjanjian cessie
tanggal 11 Januari 1999. Berdasarkan perjanjian tersebut, BB mengalihkan
tagihan kepada PT Era Giat Prima (EGP) dan sebagai imbalan, EGP akan
menyerahkan kepada BB surat-surat berharga yang diterbitkan BB atau bank-bank
pemerintah senilai Rp 798 miliar. Dari kasus Bank Bali, ada dua hal yang
terjadi, penggembosan aset oleh pemilik lama, dan pencairan tagihan Bank Bali
dari BI. Agency Secretary BPPN menyatakan, Bank Bali belum berada di bawah BPPN
karena kredit macetnya belum dialihkan dan belum direkapitalisasi. Akan tetapi,
setidaknya Bank Indonesia (yang berpartner dengan BPPN, langsung atau tidak
langsung dalam penyehatan perbankan) sudah tahu Bank Bali akan dimiliki
Pemerintah.
Review:
Melihat beberapa kasus besar pembobolan Bank yang sudah terjadi, maka
dapat disimpulkan setidaknya ada empat hal yang harus diperhatikan yang dapat
memicu terjadinya tindak kejahatan di bidang perbankan, diantaranya:
1.
Kepercayaan yang berlebihan kepada seorang pegawai
walaupun pegawai tersebut merupakan pegawai kunci. Berbagai tindak pidana
kejahatan perbankan seperti ini mulai dari apa yang dilakukan oleh Nick Leeson
di Barings Bank hingga kasus Melinda Dee (MD) di Citibank berkali-kali
mengingatkan kita bahwa jangan sekali-sekali manajemen Bank terlalu mempercayai
pegawainya hingga memberikan otoritas berlebihan kepada pegawai yang
bersangkutan
2.
Adanya kedekatan pegawai Bank dengan pihak luar yang
tidak terkontrol. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kaki seorang pegawai Bank
selalu berada diantara dua kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan nasabah
dan kepentingan Bank. Sangat berbahaya apabila seorang pegawai Bank terlalu
berpihak kepada kepentingan nasabah hingga mengabaikan prinsip-prinsip yang
harus tetap dijaga oleh pegawai Bank itu baik itu prinsip kepatuhan maupun
prinsip bisnis.
3.
Kurangnya pengenalan Bank kepada pegawainya sendiri.
Seorang calon pegawai mulai dari ketika melamar pertama kalinya sebagai pegawai
di sebuah Bank hingga bekerja di Bank tersebut harus diselidiki latar
belakangnya secara berkala. Penyelidikan secara berkala tersebut dimaksudkan
untuk mengetahui penyebab perubahan gaya hidup atau kekayaan yang tiba-tiba
bertambah secara signifikan. Kasus Melinda Dee (MD) menjadi pelajaran berharga
bahwa diabaikannya pemeriksaan latar belakang perubahan gaya hidup oleh seorang
pegawai Bank bisa berakibat fatal bagi Bank tersebut.
4.
Lingkungan pengendali yang harus dipelihara tetap
kondusif. Tidak kondusifnya lingkungan pengendali akan mendorong lahirnya
kasus-kasus tindak pidana kejahatan pada organisasi manapun. Elemen lingkungan
pengendalian ini merupakan elemen yang sangat penting untuk diperhatikan karena
berbagai tindak pidana kejahatan perbankan muncul karena sejumlah pegawai Bank
bisa berkonspirasi untuk menyembunyikan transaksi ilegal dan kejahatan tersebut
bisa tidak terungkap untuk waktu yang lama.
Untuk mencegah dan mendeteksi terjadinya tindak pidana di bidang
perbankan, diperlukan disiplin dan beberapa prinsip yang harus diterapkan
secara konsisten. Setidaknya terdapat 5 prinsip yang harus ditegakkan untuk
mencegah terjadinya kejahatan perbankan, diantaranya:
1.
Pemisahan tugas dan tanggung jawab pegawai dan
melakukan rotasi secara berkala. Cara ini terbukti efektif dalam mengungkap
kasus-kasus pelanggaran pegawai, dimana seringkali pelanggaran seorang pegawai
akan terungkap oleh pegawai lain yang menggantikan tugas pegawai tersebut.
Selain melakukan rotasi secara berkala, kewajiban pengambilan cuti bagi seorang
pegawai dalam jangka waktu tertentu serta menunjuk pengganti sementaranya juga
merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi terjadinya kasus kejahatan
internal secara dini.
2.
Melakukan dokumentasi dan pencatatan secara lengkap
atas setiap transaksi serta melakukan penyimpanan atas rekaman suara. Beberapa
Bank telah menerapkan metode ini khususnya untuk ruangan trading untuk memantau
aktivitas treasury. Cara ini bisa mengungkap kesalahan baik yang disengaja
maupun tidak disengaja yang dapat merugikan Bank.
3.
Memisahkan fungsi bisnis dan fungsi manajemen
risiko/kepatuhan. Contoh pelaksanaan fungsi ini adalah ketika seorang Account
Officer (AO) menyampaikan sebuah proposal kredit, maka harus dilakukan
pemeriksaan ulang atas kelayakan pemberian kredit tersebut dan berbagai
persyaratan yang harus dipenuhi oleh divisi manajemen risiko/kepatuhan. Salah
satu faktor yang mendorong terjadinya peluang kejahatan di bidang perbankan
adalah AO dapat melakukan pemalsuan dokumen untuk kepentingan nasabah seperti
yang terjadi pada Bank BII cabang Pangeran Jayakarta. Dengan diperkuatnya
divisi manajemen risiko/kepatuhan maka kontrol yang dilakukan atas kegiatan
bisnis dapat dilakukan dengan lebih baik dan lebih sistematis sehingga dapat
membantu meningkatkan kualitas pengambilan keputusan.
4.
Menerapkan prinsip Know Your Employee (KYE). Berbagai
kasus kejahatan perbankan muncul karena Bank tidak memperhatikan latar belakang
karyawan dan lebih lagi tidak memperhatikan latar belakang perubahan gaya hidup
karyawannya. Perubahan gaya hidup karyawan secara drastis merupakan sesuatu
yang harus diketahui penyebabnya karena tanpa bermaksud bersikap buruk sangka,
seringkali berasal dari aktivitas sampingan karyawan yang mungkin saja ilegal.
5.
Mewujudkan terciptanya lingkungan pengendali yang
kondusif dengan mengoptimalkan komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan.
Lingkungan pengendali merupakan satu set peraturan dan kebijakan serta
perangkat Bank yang memungkinkan terjadinya kontrol yang ketat atas aktivitas
karyawan Bank. Berbagai kasus di atas memungkinkan terjadi karena munculnya
peluang konspirasi yang bisa menutupi jejak tindak pidana kejahatan tersebut.
Keberadaan perangkat Bank seperti kontrol internal dan audit internal memang
dapat membantu mencegah konspirasi kejahatan tersebut namun lingkungan
pengendali yang baik baru akan tercipta apabila didukung oleh keteladanan dari
pemimpinnya.
Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017
Komentar
Posting Komentar