Langsung ke konten utama
Analisis Bukti Audit atas Kasus Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial Kabupaten Bengkalis

Liputan6.com, Pekanbaru - Ketua DPRD Bengkalis Heru Wahyudi dipastikan menyambut malam pergantian tahun di sel Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Riau. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu dijemput penyidik Direkrotat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau setelah dua kali mengabaikan panggilan yang dilayangkan. Menurut Zulkarnain, Heru seharusnya tak perlu dijemput paksa terkait dugaan korupsi dana bansos di Pemerintah Kabupaten Bengkalis bernilai Rp 230 miliar pada 2012.
Namun, ulah Heru yang dinilai tidak kooperatif menghadapi kasusnya yang sudah dinyatakan lengkap atau P-21 memaksa aparat bertindak tegas. Zulkarnain menyebutkan, Heru dipanggil pada Jumat, 30 Desember 2016. Ia dibawa dari kediamannya dan diperiksa selama 1 x 24 jam di Direktorat Reserse Kriminal Khusus dan ditahan pada malam harinya. Usai penahanan ini, penyidik tengah mempersiapkan tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Sebelumnya, Asisten Pidana Khusus Kejati Riau Sugeng Riyanta menyatakan berkas Heru sudah lengkap. Saat ini, Kejati Riau tinggal menunggu penyerahan tahap II untuk selanjutnya disidangkan di Pengadian Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Heru Wahyudi merupakan tersangka dugaan korupsi dana bansos di Bengkalis pada 2012 senilai Rp 230 miliar. Dia diduga ikut merugikan negara Rp 31 miliar karena menyetujui dan memberikan Bansos yang diduga tak sesuai peruntukannya.
Heru ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik menemukan tiga alat bukti. Ketiga alat bukti itu adalah keterangan saksi dari kelompok dana hibah, hasil audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau dan keterangan ahli Kementerian Dalam Negeri terkait penggunaan dana Bansos.

Analisis:
Dalam kasus ini ketua DPRD Bengkalis Riau diduga melakukan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial pemerintah di kabupaten Bengkalis senilai Rp 230 Miliar pada tahun 2012 karena telah menyetujui dan memberikan bantuan sosial yang diduga tidak sesuai peruntukannya/ fiktif. Berkas perkara tindak pidana korupsi ini telah lengkap dan beberapa kali telah dipanggil oleh penyidik.
Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah disajikan sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan, faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit, meliputi materialitas, resiko audit, dan ukuran dan karakteristik  populasi. Selain itu ada kompetensi bukti audit. Kompetensi bukti adalah berkaitan dengan kuantitas atau mutu dari bukti–bukti tersebut. Bukti yang kompeten adalah bukti yang dapat dipercaya, sah ,obyektif, dan relevan. Karakteristik kompetensi bukti audit antara lain reevansi, independensi penyedia bukti, efektivitas pengendalian intern klien, pemahaman langsung auditor, berbagai kualifikasi individu yang menyediakan informasi, tingkat obyektivitas dan ketepatan waktu.
Ada 3 bukti audit yag ditemukan dalam kasus ini yaitu:
-          Keterangan saksi dari kelompok dana hibah
-          Hasil audit investigasi BPKP Provinsi Riau
-          Keterangan ahli kementerian dalam negeri terkait penggunaan bantuan sosial

Ketiga bukti audit tersebut telah memenuhi kecukupan sebagai bukti audit dan bukti tersebut kompeten karena mempunyai karakteristik relevansi yaitu relevan dengan tujuan audit yang akan diuji yaitu untuk mengetahui adanya korupsi dengan penyalahgunaan dana bansos; penyedia bukti yang independen meliputi saksi dari kelompok dana hibah, BPKP provinsi Riau, dan ahli kementerian dalam negeri; pemahaman langsung auditor dalam mencari bukti yang diperoleh langsung oleh auditor; serta tingkat obyektivitas bukti audit yang tinggi.

Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani