Kasus E- KTP
di Indonesia
1.
Pengertian E-KTP
e-KTP
atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan /
pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan
berbasis pada database kependudukan nasional. Penduduk hanya diperbolehkan
memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK
merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup. Nomor NIK
yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat
Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi,
Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya (Pasal 13 UU
No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk).
Manfaat e-KTP diharapkan dapat dirasakan sebagai berikut:
1. Identitas jati diri
tunggal
2. Tidak dapat
dipalsukan
3. Tidak dapat
digandakan
4. Dapat dipakai
sebagai kartu suara dalam pemilu atau pilkada
Namun berdasarkan laporan yang diterima, dikatakan terdapat beberapa
permasalahan yang dihadapi oleh tim supervisi di daerah pada kegiatan di tahun
2011, khususnya pada perekaman e-KTP serta keluhan masyarakat mengenai
pelayanan pembuatan e-KTP.
2. Masalah yang Timbul dalam Pelayanan Pembuatan e-KTP
Dalam proses implementasi pelayanan e-KTP yang sampai saat ini berjalan masih
dijumpai beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi:
1) terdapat kesalahan data penduduk. Pada proses perekaman data e-KTP,
operator akan mengkonfirmasi kepada penduduk bersangkutan apakah datanya sudah
benar atau belum dan selanjutnya proses perekaman dilanjutkan. Namun karena
banyaknya jumlah penduduk yang dihadapi dengan kapasitas operator yang terbatas
dan proses perekaman hingga larut malam, kelelahan operator terkadang
menimbulkan kekeliruan data yang di input.
2) aktivasi e-KTP. E-KTP yang sudah tercetak perlu di aktivasi apakah
data yang tercantum sudah benar atau tidak. Namun beberapa penduduk atau
petugas pemerintah hanya sebatas mendistribusikan e-KTP saja dan aktivasi
dilakukan dikemudian hari, sehingga menyebabkan penduduk yang memiliki jarak
yang cukup jauh dari kantor pemerintahan bersangkutan enggan melakukan
aktivasi,
3) kesalahan foto dengan data yang tercantum. Hal ini dimungkinkan karena
adanya Human Error karena operator keliru memasukkan data penduduk pada saat
proses perekaman data untuk e-KTP,
4) e-KTP tidak terbaca oleh Card Reader versi lama misalnya dengan menggunakan
aplikasi Benroller 2.2. e-KTP baru terbaca dengan menggunakan aplikasi versi
baru yaitu Benroller 3.0 sehingga dikhawatirkan untuk bank-bank yang masih
menggunakan aplikasi lama, e-KTP tidak terbaca oleh Card Reader Bank.
Program e-KTP terkesan terburu-buru untuk di implementasikan dengan bukti
adanya pengunduran program sampai pada 31 Desember 2013 karena jumlah penduduk
pada saat rekapitulasi tahun 2009 tidak ditargetkan atau di asumsikan sesuai
dengan jadwal implementasi program.
Berdasarkan laporan yang diterima, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi
oleh tim supervisi di daerah pada kegiatan di tahun 2011, khususnya pada
perekaman e-KTP, seperti masalah tersendatnya atau putusnya jaringan komunikasi
data, rusaknya peralatan perekaman seperti iris scanner, serta masalah lainnya
yang menyebabkan terhentinya operasional layanan perekaman e-KTP. Sehingga ada
warga yang tidak bisa ikut dalam perekaman e-KTP.
Masih banyak warga mengeluh terhadap buruknya pelayanan publik untuk mengurus
perekaman e-KTP. Mereka mengeluh terkait pelayanan publik yang diberikan
Pemerintah. Ada oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT
TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar pada saat pengambilan e-KTP. setiap
pengambilan e-KTP, mereka dikenakan patokan biaya 10000 rupiah/orang, pungutan
liar ini juga terjadi di beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec.
Karang Bahagia di Kabupaten Bekasi, padahal e-KTP gratis. Bahkan banyak juga
warga yang mengeluh terhadap pelayanan pendistribusian e-KTP di kantor-kantor
kelurahan. Selain banyak pungli (pungutan liar), petugas di hampir seluruh kelurahan
di Jakarta masih sangat arogan. Pemantauan Business News di kelurahan Kebon
Kosong, Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat dan Kelurahan Grogol Kecamatan Grogol
Petamburan, banyak keluhan warga terhadap pelayanan e-KTP. Bahkan di kelurahan
Grogol, petugas pelayanan hampir tidak peduli dengan poster-poster yang isinya
himbauan untuk tidak melakukan praktik pungli. “Saya sering sindir mereka
(petugas pelayanan), tetapi mereka tidak peduli. Padahal sebagian warga,
mungkin untuk makan sehari-hari saja sudah sulit. Tetapi ketika mau ambil
e-KTP, dimintai duit,” kata salah seorang petugas Hansip Kelurahan Grogol
kepada Business News beberapa waktu yang lalu.
Sementara di kelurahan Kebon Kosong, petugas di loket pelayanan, serupa tapi
tak sama. Petugas cenderung bersikap arogan, tidak peduli dengan keinginan dan
tuntutan hak atas berbagai dokumen, termasuk e-KTP. “Petugasnya, ibaratnya
bersikap ‘EGP’ (emang gue pikirin) terhadap warga yang sudah bolak-balik datang
ke kantor kelurahan. Tetapi petugas se-enaknya saja, mengatakan ‘belum
selesai’. Tetapi ketika warga sudah sms untuk konfirmasi, petugas tidak pernah
balas sms warga,” salah seorang warga Kelurahan tersebut yang tidak mau
menyebutkan namanya, mengatakan kepada Business News beberapa waktu yang lalu.
Munculnya aksi penolakan ketika berurusan di sejumlah bank terhadap masyarakat
pengguna kartu kartu tanda penduduk (KTP) Elektronik atau e-KTP sungguh
memprihatinkan. Pembuatan e-KTP yang dilaksanakan berbulan-bulan dengan harapan
masyarakat Indonesia punya satu identitas terintegrasi secara nasional menjadi
sangat "mengecewakan". Pihak bank beralasan menolak penggunaan e-KTP
antara lain karena disebutkan fotokopi KTP lama yang ada pada bank tidak sama
dengan e-KTP. Padahal sebenarnya data e-KTP dan KTP lama sama. Nomor induk
kependudukan, tempat tinggal, status itu sama semua. Jadi tidak ada bedanya,
namun yang berbeda hanya bentuk fisiknya saja. Mungkin hal itulah yang jadi
persoalan selain soal pengadaan Smart Card Reader, sehingga pihak perbankan menolak
bila nasabah menyodorkan e-KTP bukan KTP lama sebagai datanya.
3. Pemecahan Masalah dalam Pelayanan Pembuatan e-KTP.
Ada tiga unsur yang memegang peranan penting dalam pencapaian target perekaman
e-KTP, seperti konsorsium, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Agar ketiga
unsur ini dapat mengimplementasikan tugas dan fungsinya, maka sebagian besar
merupakan fungsi dari tim supervisi sebagai representasi dan pemegang peran
kunci dalam mensukseskan program nasional e-KTP.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), Marzan A Iskandar menyampaikan bahwa dari sisi teknologi, BPPT
sudah memberikan dukungan penuh pada pengembangan Grand Design e-KTP. Demikian
pula pada implementasi e-KTP di tahun 2011 dan 2012, BPPT menyediakan lima
tenaga ahli pada tim teknis, 22 staff tim pokja (ahli dan teknis), serta
memperbantukan 81 staff BPPT untuk menjadi tim Supervisi Teknis e-KTP,
jelasnya.
Diperlukan mekanisme dan Standard Operating Procedure (SOP) untuk eskalasi
permasalahan teknis. Menanggapi kondisi demikian, Marzan mengatakan diperlukan
cara penanganan yang dikelola dengan baik oleh Helpdesk Center, dukungan teknis
dari konsorsium pelaksana dan petugas perekaman di daerah. Ini semua memerlukan
harmonisasi kegiatan, kolaborasi dan kerjasama yang kuat agar seluruh proses
perekaman (enrolment) berlangsung end-to-end (dari hulu ke hilir) secara
berkesinambungan, cepat dan akurat.
Agar tidak ada penyalahgunaan pelayanan e-KTP, seluruh rantai proses pelayanan
dan penerbitan e-KTP harus disupervisi secara ketat dan menyeluruh. Untuk itu,
tim supervisi perlu memahami alur proses dan mensupervisi agar proses perekaman
data penduduk dan pengiriman data hasil perekaman di daerah berjalan lancar
secara baik dan benar. Selain itu, perlu secara periodik mereview permasalahan
teknis dan non teknis yang terjadi dan memberikan masukan rekomendasi pemecahan
masalah kepada Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Adanya kesimpang-siuran informasi antara pihak perbankan dan pemerintah soal
penerapan e-KTP yang berujung merugikan masyarakat itu hingga perlu segera
diluruskan. Diharapkan berbagai pihak di level gubernur/kabupaten/kota
mengambil alih dan melakukan sosialisasi kepada berbagai instansi terkait soal
pemberlakuan e-KTP tersebut. Jika bank tetap menolak pemakaian e-KTP, ada
proses hukum yang bisa ditempuh. Warga bisa mengajukan tuntutan melalui lembaga
perlindungan pelayanan publik, yakni Komisi Pelayanan Publik
Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017
Komentar
Posting Komentar