Langsung ke konten utama
Skandal Enron: Pencideraan Terhadap Tanggung Jawab Etis Akuntan
Wahyu Kurniawan
why.krnwn@gmail.com
Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Islam Indonesia

Profesionalisme dan Etika Akuntan
Tidak dapat dipungkiri bahwa akuntan memegang peranan yang sangat penting dalam berjalanannya sebuah perusahaan atau organisasi, karena bagian akuntansi merupakan pusat informasi mengenai kekuatan dan kelemahan sebuah perusahaan. Akuntan independen atau auditor dituntut untuk benar-benar berlaku secara professional, demikian pula akuntan yang bekerja dalam perusahaan juga dituntut untuk benar-benar teliti dalam menjalankan tugasnya secara professional dan menjaga rahasia perusahaan dengan baik, sehingga pada akhirnya akuntan dapat menyajikan informasi tersebut kepada pihak-pihak berkepentingan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya sesuai dengan standar yang berlaku. Tanggungjawab seorang akuntan adalah memberikan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang handal sehingga mampu memberikan jaminan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan. Masyarakat mengharapkan dari profesi akuntan publik bahwa penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh
akuntan internal.

Guna menunjang profesionalismenya, maka seorang akuntan publik dalam melaksanakan tugasnya harus erpedoman pada standar yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan tandar pelaporan mengaturan auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan. Namun selain standar audit, akuntan publik juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur perilaku akuntan publik dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya. Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari manajemen untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya.

Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik. Akan tetapi disisi lain, pemilik menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari uraian di atas terlihat adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai laporan keuangan. Sehingga jasa profesional akuntan merupakan jasa yang diberikan oleh akuntan publik untuk mengatasi krisis ketidakpercayaan masyarakat terhadap laporan keuangan suatu perusahaan. Profesi akuntan publik merupakan profesi yang tidak memihak dalam mempertanggungjawabkan laporan manajemen pada suatu perusahaan. Hal inilah yang menarik untuk diperhatikan bahwa profesi akuntan publik ibarat pedang bermata dua. Disatu sisi auditor harus memperhatikan kredibilitas dan etika profesi, namun disisi lain auditor juga harus menghadapi tekanan dari klien dalam berbagai pengambilan keputusan. Jika auditor tidak mampu menolak tekanan dari klien seperti tekanan personal, emosional atau keuangan maka independensi auditor telah berkurang dan dapat mempengaruhi kualitas audit. Bagi akuntan berperilaku etis akan berpengaruh terhadap citra KAP dan membangun kepercayaan masyarakat serta akan memperlakukan klien dengan baik dan jujur, maka tidak hanya meningkatkan pendapatannya tetapi juga memberi pengaruh positif bagi karyawan KAP. Perilaku etis ini akan memberi manfaat yang lebih bagi manager KAP dibanding bagi karyawan KAP yang lain.

Pencideraan terhadap Profesionalisme dan Etika Akuntan
Kasus Enron melibatkan kantor akuntansi publik Arthur Andersen, manajemen Enron telah melakukan window dressing dengan cara menaikkan pendapatannya senilai US $ 600 juta dan menyembunyikan utangnya sebesar US $ 1,2 miliar dengan teknik off-balance sheet. Auditor Enron, Arthur Andersen kantor Huston dipersalahkan karena ikut membantu proses rekayasa laporan keuangan selama bertahun-tahun. Akhirnya pada waktu yang singkat, Enron melaporkan kebangkrutannya kepada otoritas pasar modal. Arthur Andersen juga dipersalahkan karena telah melakukan pemusnahan ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor. Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak. Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum.

Dari kasus tersebut terlihat pelanggaran terhadap 5 Prinsip Etika Profesi, yaitu :
1. Adanya pelanggaran prinsip tanggung jawab.
 Yaitu pihak Arthur Andersen sebagai sebuah kantor kuntan public tidak dapat memelihara kepercayaan asyarakat terhadap jasa profesional seorang akuntan dikarenakan mudah tergiur oleh bayaran yang besar dari Enron untuk bersikap menilai secara baik perusahaan Enron yang ternyata dalam kondisiburuk.
2. Adanya pelanggaran pada prinsip kepentingan public.
Yaitu perusahaaan kurang memegang teguh kepercayaan masyarakat, perusahaan hanya semata-mata
bertanggungjawab pada kepentingan klien dan tidak menitikberatkan pada kepentingan public.
3. Adanya pelanggaran pada prinsip Obyektivitas.
Seharusnya setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Namun dalam kasus ini terlihat bahwa beberapa elemen perusahaan memiliki doublejob di perusahaan Enron dan di kantor akuntan public Arthur sehingga banyak terjadi konflik epentingan. Pun para pemimpin perusahaan CEO, CFO, bendahara dan beberapa pihak lagi dalam perusahaan menggunakan jabatannya untuk mendapatkaan manfaat demi kepentingan pribadinya.
4. Adanya pelanggaran pada prinsip Integirtas.
Prinsip Integritas mengharuskan anggotanya untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus engorbankan rahasisa penerima jasa. Dalam kasus ini Enron pernah menerbitkan laporan keuangan yang bukan hasil actual yang terjadi namun laporan keuangan dibuat dan menunjukkan laba yang besar agar terlihat bagus oleh klien dan pasar.
5. Adanya pelanggaran prinsip professional.
Yaitu pihak perusahaan yang seharusnya berprilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat menjatuhkan perusahaan. Namun dalam kasus ini bahkan CEO dan CFO perusahaan membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu terjadi yang didalamnya jelas melanggar etika an mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh Pihak dalam perusahaan (insider trading), Dapat disimpulkan bahwa Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Mungkin saja pelanggaran tersebut awalnya mendatangkan keuntungan bagi Enron, tetapi akhirnya dapat menjatuhkan kredibilitas bahkan menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen. Dalam kasus ini, KAP yang seharusnya bisa bersikap independen tidak dilakukan oleh KAP Arthur Andersen. Karena perbuatan mereka inilah, kedua-duanya menuai kehancuran dimana Enron bangkrut dengan meninggalkan hutang milyaran dolar sedangakan KAP Arthur Andersen sendiri kehilangan keindependensiannya dan kepercayaan dari masyarakat.


Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani