MENGHADAPI PEMERIKSAAN PAJAK
Maharani Dyah Pitaloka
Sistem
perpajakan Indonesia menganut self
assessment system dimana berdasarkan sistem tersebut Wajib Pajak diberikan
kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri
kewajiban perpajakannya. Self assessment
system berjalan dengan baik apabila Wajib Pajak melaksanakan seluruh
kewajiban perpajakannya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi dan disertai
dengan mekanisme pengawasan dan penegakan hukum yang optimal oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Sebagai salah
satu mekanisme pengawasan terhadap self
assessment system, Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk
melakukan pemeriksaan. Hal ini diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
(Undang-Undang KUP) yang menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang
melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Dalam rangka
melaksanakan pemeriksaan yang efektif perlu ditetapkan rencana dan strategi
pemeriksaan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan, batasan
waktu yang rasional, dan perbaikan terus menerus yang diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pemeriksaan, kepatuhan wajib pajak, dan penerimaan pajak.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas pemeriksaan diperlukan rumusan
strategi pemeriksaan yang tepat dan sistematis. Dengan demikian sumber daya
pemeriksaan yang dimiliki oleh DJP dapat dioptimalkan untuk mencapai rencana pemeriksaan
yang telah ditetapkan.
Bagi Wajib Pajak
(termasuk kita), bukan tidak mungkin kelak akan menghadapi apa yang dinamakan
Pemeriksaan Pajak. Semua Wajib Pajak berpotensi sama untuk dilakukan
pemeriksaan pajak oleh DJP. Selama ini pemeriksaan pajak menjadi hal yang cukup
menakutkan bagi para pelaku bisnis terutama untuk golongan menengah ke atas
karena Wajib Pajak yang berpenghasilan tinggi akan menjadi perhatian tersendiri
oleh jajaran DJP. Pemeriksaan pajak menjadi mimpi buruk momok menakutkan. Entah
mengapa, dari sekian Banyak perusahaan yang saya kenal selama ini, nyaris
semuanya merasa terbebani oleh pemeriksaan pajak. Tak jarang juga pemilik usaha
yang menjadi khawatir lalu stress. Bukannya menunjukan sikap cerdas, malahan
cenderung menunjukan sikap panik yang sama sekali kontra-produktif.
Dari beberapa
pengamatan yang sudah dilakukan penulis, sumber utama kekhawatiran sesungguhnya
adalah ketidaktahuan terhadap ketentuan peraturan perpajakan beserta teknis
pelaksanaannya. Hal ini merupakan sesutau yang wajar dan logis karena hampir
tidak memungkinkan semua Wajib Pajak bisa tahu dan memahami peraturan pajak
yang begitu banyak. Kebanyakan Wajib Pajak tidak memiliki cukup waktu untuk
membaca dan mempelajari aturan perpajakan beserta ketentuan teknisnya. Mereka
lebih memilih fokus untuk membuat strategi-strategi pengembangan usaha.
Ada sebagian
Wajib Pajak yang berpikir untuk menyewa konsultan pajak meskipun fee nya cukup
mahal, ada juga jasa pencetak SSP dan pengisi SPT (bukan konsultan pajak) yang
sebenarnya bisa dilakukan sendiri. Di saat Wajib Pajak menghadapi pemeriksa
pajak, penulis menyarankan agar tidak menggunakan jasa yang sekedar hanya
pencetak SSP dan pengisi SPT karena bukan malah meringankan tapi justru berpotensi
menimbulkan masalah karena kegiatan pemeriksaan pajak tidak sekedar memeriksa
hal yang bersifat administratif (aspek formal) saja, namun mencakup seluruh
aspek formal dan material. Permasalahan pada aspek material tentu tidak akan
bisa dibantu penyelesaiannya oleh orang yang belum menguasai ketentuan material
di bidang perpajakan.
Oleh karena itu
di sini penulis akan memberikan masukan tentang bagaimana caranya menghadapi
menghadapi pemeriksaan pajak dengan baik. Cara menghadapi pemeriksaan pajak
dengan baik akan dijelaskan ke dalam 6 langkah yang umum dan feasible untuk ditempuh antara lain
1.
Memahami Tujuan Pemeriksaan Pajak
2.
Memperbaiki Administrasi Perpajakan
3.
Tidak Menghindar
4.
Tidak anti pajak tapi juga tidak terlalu merasa lemah
5.
Memahami Hak Wajib Pajak
6.
Memahami Kewajiban Wajib Pajak
7.
Tidak gegabah dalam menyetujui hasil temuan audit
pajak
Memahami
Tujuan Pemeriksaan
Menurut Undang-undang Ketentuan Umum dan tatacara
Perpajakan (KUP) tujuan pemeriksaan ada dua yaitu untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan menurut PMK-17/PMK.03/2013 antara lain:
1.
Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
2.
Wajib Pajak telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pajak
3.
SPT Rugi
4.
Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan,
pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya
5.
Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode
pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap
6.
Tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT melampaui
jangka waktu dalam Surat Teguran
7.
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang
terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis resiko oleh Account Representative.
Pemeriksaan Untuk pemeriksaan tujuan lain sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-17/PMK.03/2013 disebutkan antara
lain:
1.
Pemberian NPWP secara jabatan
2.
Penghapusan NPWP
3.
Pengukuhan atau Pencabutan Pengusaha Kena Pajak
4.
Wajib Pajak mengajukan Keberatan
5.
Pengumpulan Bahan guna menyusun Norma Penghitungan
Penghasilan Netto
6.
Pencocokan Data dan/ atau alat keterangan
7.
Penentuan Wajib Pajak di daerah terpencil
8.
Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN
9.
Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
10.
Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang
jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas
perpajakan
11.
Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra P3B.
Dengan memahami tujuan pemeriksaan pajak yang
dilakukan, diharapkan Wajib Pajak bijak dan tepat dalam menentukan langkah yang
harus diambil kaitannya dengan perpajakan.
Memperbaiki
Administrasi Perpajakan
Dengan memperbaiki administrasi perpajakan tentu akan
sangat mendukung penyelesaian pemeriksaan dan kemungkinan salah material di
bidang perpajakan dapat diminimalkan. Bentuk perbaikan dalam administrasi
perpajakan antara lain:
1.
Administrasi harus rapi, tertib dan lengkap
2.
Laporkan Lebih Bayar Kalau Memang Lebih
3.
Membangun hubungan baik dengan Account Representative
(AR) dan sering-sering konsultasi karena AR yang lebih tahu tentang seluk beluk
Wajib Pajak ketimbang konsultan pajak.
Tidak
Menghindar
Banyak Wajib Pajak yang memilih menghindar ketika
didatangi petugas pajak. Menghindari petugas pajak hanya akan memperlama proses
pemeriksaan. Untuk diketahui bahwa melakukan penghindaran sama sekali bukan
langkah bijak karena:
1.
Yang diperiksa adalah badan (perusahaan) bukan orang
pribadi direktur, pimpinan, atau pemilik perusahaan sehingga petugas pajak akan
tetap melangsungkan pemeriksaan dengan atau tanpa kehadiran pimpinan perusahaan.
Sikap menghindar hanya akan membuat banyak keterangan yang dibutuhkan menjadi
tidak ada, dan itu akan membuat proses pemeriksaan menjadi berlarut-larut.
2.
Suatu perusahaan menjadi target pemeriksaan bukan
karena diundi tetapi karena telah dilakukan analisa oleh pihak DJP sehingga perlu
melakukan pemeriksaan. Seberapa keraspun usaha WP untuk menghindar, tetap saja
akan diperiksa. DJP tidak akan membatalkan pemeriksaan hanya karena WP
menghindar. Sebaliknya penghindaran itu bisa dianggap sebagai dasar untuk
menetapkan utang pajak sesuai data yang mereka miliki saja dan cenderung lebih
besar dibandingkan yang seharusnya.
Tidak
anti pajak tapi juga tidak terlalu merasa lemah
Ada sebagian oknum pegawai DJP yang lebih
mengedepankan arogansi ketimbang profesionalitas. Terkadang pegawai pemerintah
termasuk DJP merasa mewakili pemerintah dan merasa menjalankan tugas negara sehingga
memicu sikap arogan oleh petugas pajak. Namun demikian, tak sedikit juga
pegawai pajak yang bersikap sopan dan profesional dan masalahnya, wajib pajak
tidak bisa menebak-nebak apakah pegawai yang melakukan pemeriksaan tergolong
arogan atau sopan. Untuk itu para Wajib Pajak agar memahami bahwa sikap
profesional dijadikan semacam sikap default
dan sikap tersebut terjaga stabil.
Memahami
Hak Wajib Pajak dalam Proses Pemeriksaan
Hak Wajib Pajak dalam proses pemeriksaan pajak yaitu:
1.
Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan
Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan
2.
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat
pemberitahuan pemeriksaan sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan lapangan
3.
meminta
kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim
Pemeriksa Pajak apabila susunan tim Pemeriksa mengalami perubahan
4.
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan
penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan
Memahami
Kewajiban Wajib Pajak dalam proses Pemeriksaan
1.
Memperlihatkan/meminjamkan
buku, catatan, dokumen
2.
Memberi kesempatan
pemeriksa untuk mengakses/mengunduh data elektronik
3.
Memberi kesempatan
pemeriksa untuk memasuki tempat/ ruang
yang digunakan
sebagai tempat menyimpan buku/catatan/dokumen/uang /barang.
4.
Memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan
5.
Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Hasil
Pemeriksaan
6.
Memberikan keterangan lisan/tertulis yang diperlukan.
Tidak
gegabah dalam menyetujui hasil temuan audit pajak
Setiap pemeriksaan akan berujung pada penetapan pajak
yang seharusnya terutang menurut petugas pajak yang didasarkan pada ketentuan
yang berlaku. Penetapan pajak tersebut tertuang dalam Surat Ketetapan Pajak
(SKP). Sebelum SKP diterbitkan, pemeriksa mengeluarkan hasil temuan audit yang
isinya menunjukkan perbedaan-perbedaan antara apa yang telah dibayar dan
dilaporkan oleh WP dengan hasil temuan selama masa pemeriksaan. Hasil temuan
tersebut bisa sementara atau sudah merupakan temuan akhir dan auditor akan
meminta tandatangan persetujuan dari Wajib Pajak. Sebelum menyatakan setuju
atau tidak, sebaiknya minta terlebih dahulu rincian berkenaan dengan hal-hal yang
berbeda antara hasil temuan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk hasil
koreksinya serta minta penjelasan mengenai dasar pengenaan dan
perhitungan-perhitungannya.
Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
Komentar
Posting Komentar