METODE
PEMERIKSAAN PAJAK
Jafar Shodiq
jafar.shodiq2@gmail.com
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum dan tatacara Perpajakan Pasal 29 ayat 1
disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Dari ketentuan tersebut seluruh lapisan masyarakat yang memenuhi
persyaratan sebagai Wajib Pajak berpotensi sama untuk dilakukan pemeriksaan
pajak. Sebagai Wajib Pajak (mungkin termasuk kita), alangkah lebih baik jika
kita memahami metode apa saja yang dapat dilakukan oleh Petugas Pemeriksa
Pajak. Dengan memahami metode yang digunakan petugas pemeriksa pajak, Wajib
Pajak memiliki pegangan dan dapat memprediksi arah ketetapan yang akan
ditetapkan sehingga memiliki persiapan yang baik untuk dapat mengambil langkah
yang tepat.
Metode
pemeriksaan sendiri adalah teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan yang
dilakukan terhadap buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan
keterangan lain. Metode pemeriksaan sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu
Metode Pemeriksaan Langsung dan Metode Pemeriksaan Tidak Langsung. Metode
Pemeriksaan Langsung merupakan teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan
pengujian atas kebenaran angka-angka yang tercantum di dalam SPT, yang langsung
dibandingkan dengan laporan keuangan dan buku catatan, serta dokumen pendukung.
Pelaksanaan pemeriksaan dengan metode ini dilakukan sesuai dengan program
pemeriksaan yang terinci atas setiap pos neraca dan laba rugi yang menjadi
sumber utama atau berkaitan dengan angka-angka dalam SPT. Sedangkan Metode
Pemeriksaan Tidak Langsung merupakan teknik dan prosedur pemeriksaan dengan
melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka yang tercantum di dalam SPT,
yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan perhitungan
tertentu. Hasil penghitungan menggunakan metode tidak langsung merupakan
petunjuk untuk mengambil kesimpulan tentang ketidakbenaran angka-angka dalam
SPT sehingga masih diperlukan pembuktian yang valid dan absah untuk
membuktikan ketidakbenaran tersebut. Metode Pemeriksaan Pajak Tidak Langsung
digunakan dalam hal Metode Langsung tidak dapat diterapkan serta harus
dikuatkan dengan bukti bahwa Metode Langsung benar-benar tidak dapat
diterapkan.
Berdasarkan
Surat Edaran dari Direktur Jenderal Pajak nomor SE-65/PJ/2013 tentang Pedoman
Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan, Metode Tidak Langsung yang dapat
digunakan oleh Pemeriksa Pajak terdiri atas enam pendekatan yaitu:
1.
Transaksi Tunai dan Bank
2.
Sumber dan Penggunaan Dana
3.
Penghitungan Rasio
4.
Satuan dan/ atau Volume
5.
Penghitungan Biaya Hidup
6.
Pertambahan Kekayaan Bersih
Transaksi
Tunai dan Bank
Dalam pencatatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak,
semua penghasilan dicatat di sisi debit dan pengeluaran dicatat di sisi kredit,
termasuk penghasilan-penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan
pengeluaran-pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Apabila jumlah pada sisi pengeluaran
melebihi jumlah pada sisi penghasilan, selisihnya merupakan penghasilan bruto
Wajib Pajak yang perlu dipastikan, apakah penghasilan tersebut telah dilaporkan
atau tidak. Namun apabila jumlah pada sisi penghasilan melebihi jumlah pada
sisi pengeluaran, diperlukan keyakinan yang lebih mendalam karena ada
kemungkinan Wajib Pajak tidak melaporkan seluruh penghasilannya.
Metode Transaksi Bank digunakan oleh Wajib Pajak yang
dalam penerimaan dari usaha maupun di luar usaha disimpan di dalam bank.
Petugas Pajak hanya menjumlahkan sisi kredit di rekening bank karena sisi
kredit dianggap sebagai gambaran atas penerimaan dari usaha Wajib Pajak /
setoran tabungan Wajib Pajak.
Sumber
dan Penggunaan Dana
Metode pemeriksaan tidak langsung ini menggunakan
pendekatan sumber uang yang diperoleh atas pembelian aktiva atau pengeluaran
lainnya dalam menguji kepatuhan Wajib Pajak. Jika penggunaan dana lebih besar
daripada sumber-sumber dana berarti ada sejumlah penghasilan yang tidak
dilaporkan oleh Wajib Pajak. Pendekatan Sumber dan Penggunaan Dana sebaiknya
digunakan dalam kondisi apabila terdapat data sumber pendanaan dari kegiatan
usaha Wajib Pajak baik internal maupun eksternal dan/atau penggunaan dana Wajib
Pajak baik untuk kegiatan operasional maupun penambahan harta.
Penghitungan
Rasio
Jika menggunakan pendekatan ini, pemeriksa pajak dapat
menguji dan menghitung kembali peredaran usaha, harga pokok penjualan, laba
bruto, laba bersih, ataupun penghasilan bruto secara keseluruhan untuk kemudian
dibandingkan dengan rasio/persentase pos yang berkaitan milik perusahaan
sejenis. Demikian pula dengan objek-objek atau pos-pos SPT lainnya. Pendekatan
Rasio dapat digunakan dalam kondisi sebagai berikut:
1.
Terdapat data yang dapat digunakan sebagai pembanding
dan/atau penghitungan rasio baik dari Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak,
maupun dari pihak lain.
2.
Kegiatan usaha Wajib Pajak dapat dibandingkan dengan
rasio yang diperoleh.
Satuan
dan/ atau Volume
Pendekatan ini merupakan salah satu cara untuk
menentukan atau menghitung kembali jumlah penghasilan bruto Wajib Pajak atau
Pos SPT lainnya dengan menerapkan harga atau jumlah laba terhadap jumlah satuan
dan/atau volume usaha yang direalisasi oleh Wajib Pajak. Satuan adalah segala
sesuatu yang memberikan petunjuk besarnya volume sebuah usaha Wajib Pajak. Pendekatan
ini digunakan untuk menguji dan menghitung kembali pos-pos SPT yang terkait
dengan penghitungan kuantitas. Metode pemeriksaan ini sangat tepat digunakan
apabila jenis barang dan/atau jasa yang dikelola oleh Wajib Pajak terbatas dan
harga relatif stabil sepanjang tahun atau terstandardisasi/ditetapkan pada
suatu harga tertentu.
Penghitungan
Biaya Hidup
Dalam Metode ini, pemeriksa menguji kepatuhan Wajib
Pajak dengan membandingkan biaya hidup dengan penghasilannya. Biaya hidup
merupakan seluruh pengeluaran Wajib Pajak yang tidak termasuk dengan pengeluaran
yang digunakan untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Apabila
Wajib Pajak tidak memiliki utang, maka penghasilan Wajib Pajak minimal sama
dengan biaya hidup yang dikeluarkan. Penghasilan bruto merupakan titik impas
(break even point) bagi Wajib Pajak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa
adanya penambahan harta kekayaannya.
Pertambahan
Kekayaan Bersih
Kekayaan bersih adalah selisih antara harta dan
kewajiban/utang yang dimiliki oleh Wajib Pajak Orang Pribadi. Dalam melakukan
pemeriksaan dengan menggunakan metode ini, untuk menghitung penghasilan Wajib
Pajak yang akan digunakan sebagai objek pajak, pertama pemeriksa dapat
menghitung selisih antara kekayaan bersih Wajib Pajak awal dan akhir tahun yang
bersangkutan. Jika kekayaan bersih akhir tahun lebih besar dibandingkan dengan
kekayaan bersih awal tahun, berarti pada tahun bersangkutan terdapat
pertambahan kekayaan bersih. Pertambahan kekayaan bersih tersebut kemudian
dijumlahkan dengan biaya hidup, maka didapatlah jumlah penghasilan Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam tahun yang bersangkutan.
Referensi:
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 Tentang Tata Cara Pemeriksaan
Peraturan
Direktur jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2013 Tentang Standar Pemeriksaan
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-65/PJ/2013 Tentang Pedoman Metode dan
Teknik Pemeriksaan
Prof.
Gunadi. MSc., Ak., Ph.D (2013). Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan.
Jakarta: Bee Media Indonesia
Dr.
Wirawan B.Ilyas. Ak., M.Si., MH., CPA. (2015). Pemeriksaan Pajak: Jakarta:
Mitra Wacana Media
Johannes
Aritonang. (2013). Bahan Ajar Diklat Fungsional Pemeriksa Dasar. Jakarta:
Pusdiklat Pajak
Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017
Komentar
Posting Komentar