Langsung ke konten utama
Auditing Menurut Al-Qur’an
Nur Ayu Nusantara (15919042)
ayhu_noezt@yahoo.com
Universitas Islam Indonesia

Islam hadir sebagai penyempurna semua agama yang dibawa oleh para Nabi terkhusus kepada Nabi Muhammad SAW. Ajarannya tulus, penuh kebaikan di dalamnya. Islam, mengajarkan kepada umatnya untuk hidup dalam keseimbangan. Urusan dunia dan akhirat harus berjalan beriringan. Tidak mengutamakan satu urusan dan melalaikan urusan yang lainnya.
Alquran memberikan kita petunjuk bahwa penting bagi kita untuk mengajak orang lain kepada kebaikan dan memerangi kemungkaran, Amar ma’ruf nahi munkar (QS. Al-Imran: 104). Rasulullah SAW sendiri memberikan kita contoh yang kongkrit akan hal tersebut. Beliau pernah membuat sebuah lembaga Hisbah di zamannya. Lembaga pengawasan ini berfungsi untuk mencegah adanya penipuan yang dilakukan oleh para penjual agar tidak menzhalimi konsumennya dengan cara berbuat curang. Rasulullah SAW pernah mendapati seorang pedagang yang melakukan kecurangan. Seketika, beliau menghampiri pedangang tersebut dan berkata, “Siapapun yang melakukan kecurangan, maka ia bukan bagian dari golonganku”. Rasulullah pun mengutus Sa’ad bin Sa’id ibnul ‘Ash bin Umayyah untuk memantau dan mengawasi pasar ketika itu.
Dan Allah Azza Wa Jalla berfirman:
"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain. Dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah Menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
(Asy-Syua’ra, 26: 181-184) 
Ayat diatas menjelaskan bahwa dalam mengukur (menakar) haruslah dilakukan secara adil, tidak dilebihkan dan tidak juga dikurangkan. Terlebih menuntut keadilan ukuran bagi diri kita sedangkan bagi orang lain kita kurangi.

Dan kini, kita mengenal bentuk pengawasan yang mencakup segala hal, yaitu Audit. Lembaga hisbah adalah bagian awal dari perkembangan audit hingga saat ini. Dalam Islam, seorang auditor tentulah harus menjadikan Alquran dan As-sunnah sebagai rujukan dalam menjalankan tugasnya. Seorang auditor harus berpegang teguh pada prinsip professional, integritas, jujur, adil, objektif, dan lain sebagainya. Walau bagaimanapun, ada Allah yang senantiasa mengawasi, “….dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4).
Dan seorang auditor harus sadar bahwa segala perbuatan yang dilakukan senantiasa akan dipertanggungjawabkan di pengadilan Allah kelak, “…Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatunya.” (QS. An-Nisa’: 86).
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut "tabayyun" sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: 
“Wahai orang-orang yang beriman!
Jika seseorang yang fasik datang kepadamu dengan membawa suatu berita,
maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak memcelakakan suatu kaum
karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa' ayat 35 yang berbunyi:

"Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa. Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.


Referensi:
Dakwatuna.com
Auditing dalam Perspektif Islam Karya Dr. Sofyan S. Harahap

Posted By : Kantor Akuntan Publik Kuncara
KKSP Jakarta
2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Venti Eka Satya* 1 . Pendahuluan Istilah akuntansi forensik mulai dikenal luas di Indonesia sejak terjadinya krisis keuangan tahun 1997. Krisis yang semakin memburuk telah memaksa pemerintah untuk melakukan pinjaman pada IMF dan World Bank. Untuk memperoleh pinjaman, kedua lembaga tersebut mengharuskan dilaksanakannya Agreed-Upon Due Dilligence Process (ADDP) yang dilakukan oleh akuntan asing dan beberapa akuntan Indonesia.                 Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap dunia usaha . Sampel ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement di sisi aset ( assets ) dan understatement di sisi kewajiban ( liabilities ), (lihat Tabel 1.). [1] Tabel 1. Perbandingan Asset dan Liability LK (Laporan Keuangan) Bank dengan Temuan ADDP No. Nama Bank Aset per 30 April 1998 Kewajiban per 30 April 1998 Bank ADDP Over Statemen
KASUS AUDIT INVESTIGATIF Kasus Hambalang Andika Hamam Arifin Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup
DILEMA ETIKA SEORANG AUDITOR Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya.  Para auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan. Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit. Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani